PRIORITAS, 1/8/25 (Moskow): Rusia dengan angkuh mengaku tidak takut lagi menghadapi ancaman sanksi baru dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Moskow menilai sanksi Trump itu sudah menjadi hal biasa, karena Rusia sudah kebal akibat kena sanksi berkali-kali.
“Kita telah hidup di bawah sejumlah besar sanksi untuk waktu yang cukup lama, ekonomi kita tetap beroperasi di bawah sejumlah besar pembatasan,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, seperti dikutip Beritaprioritas.com dari The Independent, hari Jumat (1/8/25).
Menurut dia, selama bertahun-tahun Rusia telah mengembangkan kekebalan terhadap beragam sanksi, sehingga tidak kaget atau takut setelah ada ancaman sanksi baru.
Presiden AS, Donald Trump, pekan ini mengeluarkan ultimatum 10 hari bagi Rusia untuk menyetujui gencatan senjata dengan Ukraina atau menghadapi sanksi.
Trump mengatakan AS akan mulai mengenakan tarif hukuman dan tindakan lainnya dalam 10 hari, jika Moskow tidak bersiap untuk mengakhiri perangnya di Ukraina. Perang Rusia-Ukraina sudah memasuki tahun ketiga.
Tetap serang Ukraina
Di tengah ancaman sanksi Trump, pasukan Vladimir Putin malah meluncurkan lebih dari 300 pesawat tak berawak dan delapan rudal ke beberapa wilayah di Ukraina.
Serangan malam itu menewaskan enam orang, termasuk seorang anak.
Bahkan serangan brutal terjadi saat Rusia dan Ukraina sedang dalam pembicaraan damai.
“Hari ini, dunia sekali lagi menyaksikan respons Rusia terhadap keinginan kami akan perdamaian, yang juga kami rasakan bersama Amerika dan Eropa,” tulis Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy di X.
Menteri luar negeri Ukraina, Andrii Sybiha, menuduh militer Rusia sengaja menyerang Ukraina, karena Presiden AS, Donald Trump, terlalu sabar dipermainkan presiden Vladimir Putin.
“Presiden Trump terlalu sabar dipermainkan Putin. Pagi ini sungguh mengerikan di Kyiv. Serangan brutal Rusia menghancurkan seluruh bangunan tempat tinggal dan merusak sekolah serta rumah sakit. Warga sipil terluka dan tewas. Masih banyak orang yang tertimbun reruntuhan,” ungkap Sybiha.
Rusia lebih dulu menginvasi Ukraina pada 14 Februari tahun 2022 lalu. Sebelumnya Rusia juga sudah menganeksasi wilayah Krimea ada tahun 2014.
Kerugian perang
Akibat perang ini, diperkirakan Rusia telah kehilangan hampir satu juta tentara yang tewas dan puluhan ribu armada tempur, baik ribuan tank, puluhan pesawat tempur, dan puluhan helikopter serang. Bahkan kapal destroyer yang dibanggakan Rusia, Moskva, tenggelam di serang Ukraina.
Karena banyak tentaranya tewas, Rusia kini meminta bantuan Korea Utara yang sudah mengirim lebih 10.000 tentaranya, meski banyak yang mati di medan peperangan dengan Ukraina. Rusia bahkan mengerahkan sekitar 50 ribu narapidana.
Sedangkan di pihak Ukraina, diduga sekitar 500 ribu tentaranya juga tewas. Ukraina beruntung tidak banyak kehilangan armada tempur, karena sejak awal mengandalkan taktik bertahan, dengan serangan sporadis terarah terhadap pasukan musuh, Rusia.
Angka pasti dirahasiakan
Angka pasti kerugian di kedua pihak memang masih dirahasiakan. Tetapi dokumen intelijen Departemen Pertahanan AS yang bocor mengutip badan keamanan Rusia (FSB), memperkirakan 728.000 tentara Rusia terbunuh sejak awal konflik dengan Ukraina.
Sementara BBC News Rusia dan situs berita Mediazone, mengungkap lebih sedikit, hanya 251.000 tentara Rusia tewas hingga Mei 2023.
Sebanyak 120.343 tentara Rusia tewas itu, kematiannya sudah masuk basis data hingga 25 Juli 2025.
Dari jumlah itu, sebanyak 5.381 perwira termasuk para jenderal Rusia tewas.
Pasukan Ukraina yang menguasai medan tempur banyak membuat perangkap mematikan bagi pasukan Rusia.
Bahkan pasukan tentara bayaran Wagner yang dikenal lihai dan garang, ikut kehilangan sekitar 20.000 orangnya ketika membantu pasukan Putin dalam perang menghadapi Ukraina.
Pasukan narapidana Rusia yang tewas juga lumayan banyak mencapai 17.845 orang.
Presiden AS, Donald Trump, mengklaim pihak Ukraina telah kehilangan sekitar 400.000 tentaranya.
Sedangkan menurut The Economist, hanya sekitar 100.000 tentara Ukraina tewas selama perang dengan Rusia.(P-Jeffry W)