PRIORITAS, 24/8/24 (Jakarta): Macet…macet…dan macet.. merupakan salah satu persoalan terbesar di Jakarta.
Nah, bakal calon gubernur (Bacagub) Daerah Khusus Jakarta, Ridwan Kamil menyebut masalah kemacetan Jakarta bisa merambat ke berbagai persoalan lain. Mantan gubernur Jawa Barat itu menyebut kemacetan bisa menyebabkan stres dan berimbas pada pengeluaran ekonomi yang boros hingga berdampak pada masalah lingkungan, yakni polusi.
“Ya stres karena kemacetan, dari kemacetan itu turun ke stres, turun ke ekonomi yang boros, turun ke polusi, berdampak pada lain-lain. Namun, bagaimana itu-nya (solusi) nanti di waktu yang tepat ya,” ujarnya saat ditemui seusai menjadi pembicara dalam gelaran Indonesia Net-Zero Summit 2024 di Djakarta Theater, Jakarta, Sabtu (24/8/24).
Ridwan Kamil (RK) yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus itu juga mengaku telah memiliki visi-misi solusi untuk mengatasi beragam masalah Kota Metropolitan Jakarta. Meski demikian, ia belum bisa mengungkapkan lantaran statusnya yang masih sebagai Bacagub dan belum resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Nanti kalau sudah (calon gubernur), kan belum pasti jadi calon. Nanti kalau sudah diketok KPU, pertanyaan itu insyaallah saya jawab,” katanya.
Memerangi krisis iklim
Pria yang akrab disapa Kang Emil itu menyinggung beberapa program dimana pernah ia terapkan saat menjadi Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat untuk berkontribusi memerangi krisis iklim.
Disebutkan, sejumlah program itu, di antaranya penanaman 80 juta pohon, penggunaan energi terbarukan, work from home untuk aparatur sipil negara (ASN) hingga pengurangan polusi udara.
“Saya berbagi apa yang sudah saya lakukan waktu jadi Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat, dengan menanam 80 juta pohon, kemudian energi terbarukan kita melebihi target lima persen, kemudian melakukan work from home (WFH) secara permanen, mengurangi pergerakan mengurangi polusi, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Selanjutnya, ia pun meminta sejumlah elemen masyarakat untuk ikut berkontribusi dalam mengatasi krisis iklim sesuai dengan kapasitasnya.
“Terus di situ saya memotivasi bergeraknya sesuai dengan ‘ukuran sepatu’ masing-masing. Kalau masih muda jadi relawan, kalau sudah punya kuasa gunakan kekuasaannya untuk sama-sama peduli terhadap isu lingkungan,” ungkap RK. (P-BSC/jr) — foto ilustrasi istimewa