PRIORITAS, 4/6/25 (Seoul): Kemenangan gemilang dalam pemilihan presiden (Pilpres) pada Selasa (3/5/25), dengan 96,74 persen suara, mengangkat Lee Jae-myung sebagai pemimpin baru Korea Selatan. Jabatannya sebagai Presiden Korea Selatan membawa janji perubahan dan persatuan.
Di balik keberhasilan itu, terdapat kisah penuh inspirasi dari seorang Lee Jae-myung. Ia mengawali hidupnya dari reruntuhan harapan. Tangannya yang pernah terjepit mesin press di pabrik sarung tangan bisbol meninggalkan bekas luka dan cacat abadi, simbol pahitnya kemiskinan masa muda yang membayanginya setiap langkah.
“Di balik setiap kebijakan yang saya terapkan, ada kehidupan saya sendiri yang miskin dan menyedihkan,” kata Lee, merangkai kisah kelam yang mengukir tekadnya, dalam pernyataan penuh semangat dan harapan, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (4/6/25).
Jejak-jejak masa kecilnya tertoreh di bangku sekolah dasar yang sering ditinggalkannya demi menggenggam secercah asa, membantu ibu dan saudara perempuannya membersihkan toilet demi sesuap nasi.
Luka di lengan kirinya bukan hanya menyakitkan fisik, tapi juga membebaskannya dari wajib militer—sebuah ironi pahit yang menguji keteguhan hatinya. Di tengah perundungan dan keputusasaan, Lee sempat terjerembab ke jurang putus asa, dua kali mencoba mengakhiri hidup, namun cahaya harapan tetap memanggilnya kembali.
Pendidikan menjadi pelita yang menuntunnya keluar dari gelap. Berkat beasiswa, Lee Jae-myung menapak ke Universitas Chung-Ang Seoul, lalu menjadi pengacara dan aktivis HAM, suara bagi mereka yang terpinggirkan.
Dalam pilpres Selasa (3/5/25), Lee Jae-myung menang mutlak dengan perolehan 96,74 persen suara. Dalam pidato kemenangan, Lee menegaskan panggilan hati untuk bersatu, membuka lembaran baru dan menata masa depan damai bersama Korea Utara.
“Untuk menemukan jalan menuju hidup berdampingan secara damai dan kemakmuran bersama,” ucap Lee Jae-myung, menutup babak lama dan mengawali cerita baru sebagai seorang presiden. (P-Khalied Malvino)