27.1 C
Jakarta
Tuesday, April 29, 2025

    ‘Plintat plintut’ mahalnya biaya kuliah, DPR: Ke mana anggaran Rp655 T?

    Terkait

    PRIORITAS, 24/5/24 (Jakarta): Mahasiswa dan orang tua di Indonesia banyak berteriak beberapa waktu belakangan ini mengeluhkan lonjakan biaya kuliah. Lonjakan merupakan imbas pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal yang naik berkali-kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

    Imbas lonjakan itu, mahasiswa di sejumlah kampus di Indonesia pun turun melakukan unjuk rasa. Mereka memprotes kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tak masuk akal tersebut. Komisi X DPR RI yang mempunyai ruang lingkup tugas di bidang Pendidikan, Olahraga dan Sejarah ini pun langsung minta klarifikasi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dalam rapat Komisi X pekan ini.

    Pimpinan Rapat Komisi X Dede Yusuf saat rapat langsung mencecar Mendikbudristek Nadiem soal biaya UKT mahal, padahal anggaran pendidikan mencapai Rp665 triliun di tahun ini. Ia mengatakan anggaran pendidikan ditetapkan sebesar 20 persen atau Rp665 triliun dari belanja APBN 2024 yang sebesar Rp3.325 triliun. Namun, pemerintah malah menaikkan biaya UKT sehingga dikritik oleh mahasiswa karena dianggap terlalu mahal.

    “Untuk itu kami minta pemerintah menjelaskan kemana sih anggaran Rp665 triliun itu? Supaya masyarakat tahu dan paham apa fungsi pendidikan dan apa yang dilakukan Kemendibudristek untuk meredam mahalnya biaya pendidikan,” ujar Dede.

    Menanggapi, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendibudristek Suharti menyatakan meski anggaran pendidikan sangat besar, tetapi tidak semua dikelola oleh instansinya.

    Menurutnya, dari Rp665 triliun tersebut, Kemendikbudristek hanya mengelola 15 persennya atau Rp98,98 triliun. Porsi terbesar atau 52 persen justru dialokasikan melalui Transfer ke Daerah (TKD) yang dikelola oleh Kementerian Keuangan. “Kemendikbudristek sendiri hanya mengelola sebesar 15 persen dari anggaran fungsi pendidikan atau sebesar Rp98,9 triliun,” jelasnya.

    Secara rinci, anggaran pendidikan sebesar Rp665,02 triliun terbagi di TKD sebesar Rp346,55 triliun (52 persen), Kemendikbudristek Rp98,98 triliun (15 persen), Pengeluaran Pembiayaan Rp77 triliun (12 persen), dan Kementerian Agama Rp62,3 triliun (9 persen).

    Lalu ada juga dialokasikan melalui anggaran pendidikan pada Belanja Non K/L Rp47,31 triliun (7 persen), dan Kementerian/Lembaga lainnya Rp32,85 triliun (5 persen).

    Lanjutnya, Kemendikbudristek sendiri tidak memiliki peran dalam penyusunan dan pengambilan keputusan terkait dengan alokasi anggaran. Pasalnya, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2017 yang mempunyai kewenangan adalah Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan.

    “Kebijakan di masing-masing K/L ditentukan oleh kementerian masing-masing. Kemendikbudristek tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan masukan terhadap penggunaan anggaran tersebut,” pungkasnya.

    Apa Sebenarnya UKT

    Dilansir CNN Indonesia, UKT merupakan biaya kuliah yang dikenakan kepada setiap mahasiswa untuk digunakan dalam proses pembelajaran setiap semester. UKT ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Besaran UKT dihitung dengan mengurangi biaya kuliah tunggal dengan biaya yang ditanggung oleh Pemerintah.

    Pemberlakuan UKT ini bermula dari lahirnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Undang-undang itu memberikan kewenangan kepada menteri yang mengurusi pendidikan untuk menetapkan standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi yang menjadi dasar perguruan tinggi negeri menetapkan biaya kuliah yang ditanggung mahasiswa.

    Setelah aturan keluar, pemerintah mengeluarkan aturan pelaksana berbentuk PP Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.

    Beleid ini mengatur ketentuan soal kewenangan menteri pendidikan dalam menetapkan satuan biaya operasional pendidikan tinggi yang menjadi dasar perguruan tinggi menetapkan uang kuliah yang harus ditanggung mahasiswa dan keluarganya.

    Salah satunya soal pertimbangan penetapan standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi. Ada 3 acuan yang harus dipakai menteri pendidikan dalam menetapkan standar tersebut;
    a. Capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi
    b. Jenis program studi
    c. Indeks kemahalan wilayah.

    Standar itulah yang kemudian dipakai perguruan tinggi negeri dalam menentukan tarif biaya pendidikan. Meskipun demikian, perguruan tinggi tidak bebas dalam menentukan tarif biaya pendidikan tersebut.

    Dalam pasal 6 beleid itu, perguruan tinggi tetap diberikan beberapa pagar. Pertama, harus menetapkan tarif biaya pendidikan dengan berkonsultasi dengan menteri; Kedua, tarif biaya pendidikan harus ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi; mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa.

    Setelah lahirnya PP itu, Kementerian Pendidikan mengeluarkan sejumlah beleid soal biaya kuliah tunggal dan uang kuliah tunggal di lingkungan perguruan tinggi yang berada di bawah lingkungan mereka.

    Pada 2013 misalnya, mereka mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

    Nah, pada tahun ini UKT diatur dalam Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024. Aturan inilah yang kemudian memicu polemik. Pasalnya, aturan ini dituding membuat UKT di sejumlah perguruan tinggi melesat.

    Di UNY misalnya. UKT Golongan X yang pada 2023 lalu berkisar antara Rp7,515 juta-Rp9,655 juta melesat jadi Rp0-Rp14 juta pada tahun ini.

    Meski dikeluhkan, Mendikbudristek Nadiem menyebut kebijakan kenaikan UKT dari Permendikbud itu takkan berdampak pada klasifikasi UKT di tingkat rendah. “Dan kita melihat kebijakan UKT ini tidak akan berdampak bagi klasifikasi UKT di tingkat-tingkat rendah,” kata Nadiem.

    Nadiem mengatakan kebijakan itu hanya akan berdampak bagi golongan UKT di tingkat menengah dan atas. “Di mana tingkat atas itu relatif itu proporsinya sangat kecil. Jadi ini bagian dari kebijakan afirmasi kita,” ujarnya.

    Nadiem menjelaskan pada hakekatnya UKT di PTN mengedepankan akses pendidikan tinggi yang adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Hasilnya, ini membuat mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang lebih berkecukupan membayar lebih banyak, sementara mereka yang kurang mampu membayar lebih sedikit.

    Pada kesempatan yang sama, Nadiem menegaskan Permendikbudristek ini hanya akan berlaku bagi mahasiswa baru. “Tidak berlaku untuk mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi. Jadi masih ada mispersepsi di berbagai kalangan, di sosmed,” ucap dia. (P-CIC/wl) — foto ilustrasi istimewa

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    - Advertisement -spot_img

    Terkini