PRIORITAS, 15/7/25 (Pelalawan): Sebuah video viral merekam anak-anak sekolah dasar (SD) belajar di atas tanah di media sosial. Lokasi pengambilan gambar berada di kawasan kebun sawit sekitar Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Mereka adalah murid baru yang belum bisa diterima oleh sekolah asal. Pemicunya, lahan sekolah mereka termasuk wilayah Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang telah disita oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Perwakilan warga, Abdul Aziz, membenarkan anak-anak dalam video adalah murid kelas satu SD. Ia menyebut totalnya ada 58 siswa yang belajar di tempat darurat tersebut.
“Anak-anak dalam video itu adalah siswa baru sekolah dasar, jumlahnya ada 58 orang. Hari pertama mereka masuk sekolah. Tapi, ya terpaksa belajar di tanah di dalam kebun sawit seperti yang terlihat dalam video viral itu,” kata Abdul Aziz, Selasa (15/7/25).
Aziz menambahkan, anak-anak ini awalnya akan diterima di SD 20 Dusun Toro Jaya. Namun setelah sekolah disita, penerimaan siswa baru dihentikan secara resmi.
“Sementara siswa kelas dua hingga enam masih diperbolehkan bersekolah, dengan total 455 siswa dalam 10 rombongan belajar,” jelasnya, seperti dikutip Beritaprioritas dari Mediaindonesia.com.
Warga sempat diarahkan untuk menyekolahkan anak-anak ke SD Negeri 003 di desa induk. Namun jarak tempuh hingga dua jam membuat opsi ini tak masuk akal bagi sebagian besar orang tua.
“Jarak tempuh dari Dusun Toro Jaya ke sekolah itu sekitar 2 jam. Jadi, tak mungkin orangtua mengantar anaknya sejauh itu,” tukas Aziz.
Siasat warga
Untuk menyiasatinya, warga membangun tenda dari terpal plastik di luar kawasan TNTN. Mereka meminta seorang guru untuk mengajar secara sukarela demi keberlangsungan belajar anak-anak.
“Jadi orangtua mereka minta tolong kepada seorang guru untuk mengajar. Anak-anak ini juga tak sabar ingin sekolah karena hari pertama masuk sekolah,” ungkap Aziz.
Situasi darurat itu memantik emosi para orang tua. Aziz menggambarkan kondisi ini sebagai bentuk ketidakadilan karena tidak ada solusi dari pemerintah.
“Ibu-ibu banyak yang menangis lah, kok bisa sampai seperti ini. Ini seperti zona perang yang tak ada ampun lagi. Tidak ada toleransi, tidak ada solusi. Masyarakat disuruh mencari solusi sendiri, enggak mengerti lagi lah,” ujarnya.
Anak-anak juga banyak bertanya tentang kondisi sekolah darurat tersebut. Guru di tenda terpaksa menjelaskan alasan mereka belajar di tanah kebun sawit.
“Jadi di awal masuk sekolah ini, anak-anak diberikan pemahaman kenapa tempat belajarnya seperti ini. Mereka kan bertanya kenapa sekolahnya begini, dijelasin lah sama gurunya. Banyak yang nangis jadinya, anak-anak dan ibunya,” kata Aziz.
Menutup keterangannya, Aziz menyebut warga kini sudah mendapatkan mushala di luar TNTN sebagai tempat belajar sementara. Langkah ini ditempuh agar anak-anak tetap bisa belajar dengan tenang tanpa gangguan status lahan.
“Tadi sudah dapat mushala tempat anak-anak belajar. Yang penting tidak dalam kawasan TNTN,” pungkasnya. (P-Khalied Malvino)