PRIORITAS, 11/7/25 (Medan): Air mata haru mewarnai suasana wisuda Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) saat Laura Amandasari berdiri di podium.
Sebagai mahasiswi Kristen Protestan di tengah kampus Islam, Laura menyampaikan pesan menyentuh yang membuat seluruh hadirin terpaku.
Pidato Laura membuka lembaran tentang keresahannya di awal masa kuliah. Ia menyampaikan keraguan yang dulu sempat menggelayuti pikirannya dan ayahnya.
āSemester berikutnya, keraguan itu muncul lagi. Oleh Bapak saya dan ditanyakan lagi. Lalu saya jawab, āPak, aku enggak dikucilkan, aku diterima di sini,āā ujar Laura, disambut tepuk tangan di Selecta Convention Hall, Medan, Selasa (8/7/25), seperti disiarkan Channel YouTube Cerita UMSU, Rabu (9/7/25).
Seiring waktu berjalan, UMSU memperlihatkan wajah lain. Bukan sekadar kampus, tapi ruang hangat yang memberinya kesempatan memimpin, berkontribusi, dan didengarkan.
āSaya justru diterima dengan tangan terbuka dan hati yang merangkul. Saya tidak pernah menyangka, bahkan saya dipercaya sebagai Sekretaris Komunitas Peradilan Semu, memimpin 17 anggota sebagai Ketua Delegasi Nasional Modcord Competition, menjadi pemateri sekaligus coaching di Universitas Asahan,ā katanya.
Singgung soal toleransi
Dalam nada lirih, Laura mengenang Ramadan tahun lalu. Ia ikut dalam program wakaf Al-Qurāan, bukan sebagai penonton, tapi sebagai bagian dari nilai yang dijalankan bersama.
āBagi saya, Teman-teman, ini bukan pengalaman lintas iman saja. Tapi bagaimana kita belajar tentang kebersamaan, toleransi, dan kemanusiaan,ā ungkapnya.
Ia melanjutkan pidatonya dengan mengingatkan bahwa penghargaan terbesar bukan sekadar gelar atau pujian. Tapi nilai-nilai yang dibawa pulang dari sebuah perjalanan.
āTentunya jika teman-teman pernah mendengar kalimat toleransi, di kampus kita ini itu bukan hanya sebuah jargon. Tapi nilai indah yang diimplementasikan oleh Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara,ā tutur Laura.
Pantun harapan
Tak ada jeda untuk membendung emosi saat Laura mengucap pantun penutup. Tangisnya pecah, tapi senyumnya tak hilang.
āDari Klaten ke Argentina, tidak lupa ke kota Kudus. Agar si Kristen ini tidak ke mana-mana. Adakah S2 beasiswa, Pak, sampai lulus?ā lirihnya.
Sontak, Rektor UMSU Prof Dr Agussani berdiri dan membalasnya dalam pantun yang hangat.
āTerbang tinggi si burung cendana, terbang berikut si burung tempua. Laura jangan ke mana-mana, Ananda telah resmi menjadi mahasiswa S2,” kata Agussani.
Sorak hadirin menyambut riuh. Bahkan Mendikdasmen Abdul Muāti ikut merespons langsung.
āTadi ada pantun dari Klaten ke Argentina, kemudian tidak lupa ke Kudus, tapi pesannya saya kira sudah sampai. Insyaallah aspirasinya bisa dipenuhi Pak Rektor,ā katanya.
āTapi kalau Pak Rektor tidak memenuhi, saya akan menggunakan otoritas saya sebagai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah,ā imbuhnya.
Apresiasi banyak pihak
Di penghujung pidatonya, Laura menyampaikan apresiasi mendalam untuk seluruh civitas akademika. Ucapannya diarahkan langsung kepada rektor, dosen, teman seperjuangan, dan kedua orangtuanya.
āUntuk Bapak Rektor, terima kasih atas kepemimpinan yang meneduhkan dan visi yang besar membawa UMSU menjadi rumah bagi semua anak bangsa, apa pun latar belakang dan keyakinannya,ā ucap Laura.
āBapak bukan hanya membangun kampus dengan fasilitas hebat, Pak. Tapi Bapak juga mampu menanamkan jiwa kemanusiaan dan kebangsaan,” sambungnya.
Ribuan penonton di hall tak hanya menyimak kata-kata. Mereka menyaksikan nilai keberagaman yang dirayakan, dijaga, dan dihidupi dalam kesederhanaan yang penuh makna.
Kisah ini pun ramai dibagikan warganet dan menuai apresiasi sebagai potret nyata toleransi lintas iman di dunia pendidikan Indonesia.Ā (P-Khalied Malvino)