PRIORITAS, 12/3/25 (Dubai): Pesawat Jet Gulfstream G550 yang membawa mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ke Den Haag singgah di Dubai, Uni Emirat Arab, Rabu pagi (12/3/25), hanya beberapa jam setelah meninggalkan Pangkalan Udara Villamor di Manila..
Menurut berita ABS-CBN seperti dikutip Beritaprioritas.com hari Rabu (12/3/25), Duterte yang duduk di dalam pesawat carteran tersebut dikawal sejumlah petugas berpakaian preman.
Informasi di flightradar24.com menunjukkan pesawat bisnis jarak jauh sewaan tersebt tiba di Dubai sekitar pukul 8:04 pagi waktu setempat.
Menurut data yang tersedia untuk umum, pesawat Gulfstream G550 dengan nomor ekor RP-C5219, tempat Duterte terlihat naik, memiliki rencana penerbangan dari Manila ke Dubai, dan lanjut ke Bandara Rotterdam di Belanda.
Setelah mendarat, ia akan dibawa ke unit penahanan Mahkamah Kriminal Internasional, di mana ia akan dipersiapkan untuk penampilan awal di hadapan para hakim Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag.
Tempat tahanan Rodrigo terletak di pinggiran laut Den Haag di Scheveningen. Unit penahanan ICC ini merupakan bagian dari penjara Belanda dan saat ini menahan lima tahanan ICC lainnya yang sedang diadili di pengadilan.
Penjara ini juga pernah digunakan untuk menahan orang-orang yang dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional untuk bekas Yugoslavia (ICTY), termasuk ex-presiden Serbia, Slobodan Milosevic, Radovan Karadzic, dan Ratko Mladic.
Rodrigo Duterte akan menghadapi tuntutan atas tewasnya sekitar 30.000 warganya selama ia menjabat sebagai Presiden Filipina tahun 2016 hingga 2022. Bahkan termasuk tiga periode ketika ia menjadi walikota Davao tahun 2001 hingga 2016.
Duterte sangat ditakuti
Menurut ICC, Duterte, 79 tahun, menghadapi dakwaan “kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan”. Pada masa pemerintahannya, Duterte sangat berkuasa dan ditakuti.
Ia bahkan membentuk ‘Death Squad’ atau pasukan pembunuh, yang tidak hanya memburu pengedar dan pengguna narkoba, tetapi juga menyasar lawan-lawan politiknya. Tidak sedikit orang yang menentangnya ditemukan tewas terbunuh.
Tidak hanya itu, sejumlah uskup dan pastor di Filipina yang vokal menentangnya, juga mendapat ancaman pembunuhan dari Duterte. Bahkan pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus, pada Januari 2015 lalu pernah ia maki dengan mengatakan “anak pelacur”.
Menurut kelompok hak asasi manusia, pasukan pembunuh bentukan Duterte telah menewaskan puluhan ribu orang yang dituduh terlibat narkoba, kebanyakan dari mereka adalah orang miskin.
Mereka diburu petugas Duterte di setiap kampung dan langsung dieksekusi, seringkali tanpa bukti mereka terkait dengan narkoba.
Presiden Ferdinand Marcos Jr mengatakan tindakan pemerintah Filipina dalam penangkapan Duterte, dilakukan sesuai dengan komitmen negara tersebut terhadap Interpol.
Duterte sebelumnya menolak diterbangkan ke Den Haag di Belanda untuk diadili di ICC, dengan alasan bahwa ICC tidak lagi memiliki yurisdiksi atas Filipina.
“ICC tidak mungkin… Kami bukan penanda tangan ICC. Diyan ako hindi papayag. Ini penculikan,” kata Duterte, seperti yang didengar melalui siaran langsung Instagram yang dilakukan oleh putrinya, Veronica.
Petisi untuk perintah penahanan sementara yang diajukan Duterte dan Senator Ronald dela Rosa diundi Mahkamah Agung pada Selasa malam. Namun tidak ada keputusan yang dikeluarkan sebelum Duterte diterbangkan ke luar negeri.
Mantan Hakim Mahkamah Agung Antonio Carpio mengatakan petisi tersebut, kini tidak relevan lagi karena Duterte sudah di luar wilayah Filipina.(P-Jeffry-w)