PRIORITAS, 28/4/2024 (Jakarta) : Peringatan Hari Puisi Nasional jatuh pada tanggal 28 April. Mengutip situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Hari Puisi Nasional diperingati setiap tanggal 28 April, setiap tahunnya. Tanggal 28 April sebagai Hari Puisi Nasional itu dipilih berdasarkan tanggal wafatnya Chairil Anwar pada 28 April 1949, salah satu legenda penyair terkemuka di Indonesia.
Selain itu, Hari Puisi Nasional juga sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi kepada Chairil Anwar atas perannya dalam perkembangan sastra Indonesia. Chairil Anwar, seorang penyair yang telah melahirkan 96 karya, termasuk 70 puisi. Atas dedikasinya di bidang sastra ini, Chairil Anwar dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45.
Sisi lain, penetapan tanggal 28 April sebagai Hari Puisi Nasional tersebut dianggap oleh banyak penyair di Indonesia kurang tepat, sehingga mereka melalui Pertemuan Penyair Indonesia (PPI) mendeklarasikan Hari Puisi Indonesia yang diperingati setiap tanggal 26 Juli. Tanggal 26 Juli dipilih berdasarkan tanggal lahirnya Chairil Anwar pada 26 Juli 1922.
Profil Chairil Anwar
Dikutip dari situs Ensiklopedia Kemdikbud, Chairil Anwar lahir pada 22 Juli 1922 di Medan, Sumatera Utara. Ia dikenal sebagai penyair yang tidak lepas dari puisi Indonesia modern sehingga menjadi pelopor Angkatan 45 dalam Sastra Indonesia.
Orang tua Chairil Anwar berasal dari Payakumbuh. Ayahnya bernama Teoloes bin Haji Manan yang bekerja sebagai ambtenar pada zaman Belanda dan menjadi Bupati Rengat pada zaman Republik tahun 1948. Ibunya bernama Saleha yang dipanggil sebagai Mak Leha.
Chairil Anwar sempat menempuh pendidikan di tempat-tempat berikut:
– Neutrale Hollands Inlandsche School (HIS) [setara SD] di Medan
– Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) [serata SLTP atau SMP]. Namun, Chairil Anwar hanya sampai kelas satu di MULO.
– Chairil Anwar pindah ke Jakarta dan masuk kembali ke MULO di Jakarta. Di Jakarta, ia hanya mengikuti MULO sampai kelas dua.
– Setelah itu, Chairil Anwar belajar sendiri, mulai dari mempelajari bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan bahasa Jerman, sehingga ia dapat membaca dan mempelajari karya sastra dunia yang ditulis dalam bahasa-bahasa asing itu.
Karya-karya Chairil Anwar
Pada bulan Januari-Maret 1948, Chairil Anwar bekerja menjadi redaktur majalah Gema Suasana. Namun, karena merasa tidak puas, ia mengundurkan diri dari pekerjaan itu. Dia kemudian bekerja sebagai redaktur di majalah Siasat sebagai pengasuh rubrik kebudayaan “Gelanggang” bersama dengan Ida Nasution, Asrul Sani, dan Rivai Apin.
Ada satu keinginan Chairil Anwar yang belum terwujud. Ia merencanakan untuk mendirikan sebuah majalah kebudayaan yang bernama “Air Pasang” dan “Arena”. Namun, rencana itu belum juga terjadi hingga Chairil Anwar meninggal dunia.
Chairil Anwar wafat pada 28 April 1949 akibat sakit paru-paru. Selama enam setengah tahun sejak tahun 1942-1949, Charil Anwar telah menghasilkan 71 buah sajak asli, dua buah sajak saduran, 10 sajak terjemahan, enam prosa asli, dan empat prosa terjemahan.
Dikutip detikcom, berikut beberapa karya yang dihasilkan Chairil Anwar semasa hidupnya.
1. Tahun 1942: Ia menciptakan sebuah sajak yang berjudul “Nisan”.
2. Tahun 1949: Ia menghasilkan tujuh buah sajak, yaitu:
a. Mirat Muda
b. Chairil Muda
c. Buat Nyonya N
d. Aku Berkisar Antara Mereka
e. Yang Terhempas dan Yang Luput
f. Derai-Derai Cemara
g. Aku Berada Kembali.
Terjemahan Chairil Anwar
Sajak De Laatste Dag Der Hollanders op Jawa karya Multatuli diterjemahkan dengan judul “Hari Akhir Olanda di Jawa”.
Sajak The Raid karya John Steinbeck (Amerika) dengan judul “Kena Gempur”.
Sajak yang berjudul Le Retour de l’enfant prodigue karya Andre’ Gide (Perancis) diterjemahkannya dengan judul “Pulanglah Dia Si Anak Hilang”.
Karya John Cornford (Inggris), Hsu Chih Mo (Cina), Conrad Aiken (Amerika), dan W.H. Auden (Amerika).
Bedanya Hari Puisi Nasional, Hari Puisi Indonesia dan Hari Puisi Sedunia
Ada tiga tanggal berbeda yang diperingati sebagai Hari Puisi. Hari Puisi Nasional pada tanggal 28 April, Hari Puisi Indonesia pada tanggal 26 Juli dan Hari Puisi Sedunia yang jatuh pada tanggal 21 Maret. Lantas apa bedanya Hari Puisi Nasional, Hari Puisi Indonesia itu dan Hari Puisi Sedunia?
Secara umum perbedaan Hari Puisi Nasional, Hari Puisi Indonesia dan Hari Puisi Sedunia, terletak pada tanggal peringatannya. Meski begitu ketiga hari puisi ini, makna peringatannya sama. Khusus kedua peringatan Hari Puisi di Inonesia sama-sama didasarkan pada sosok Chairil Anwar, sang tonggak puisi modern di Indonesia.
Mengutip situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Hari Puisi Nasional diperingati pada tanggal 28 April setiap tahunnya. Tanggal 28 April sebagai Hari Puisi Nasional itu dipilih berdasarkan tanggal wafatnya Chairil Anwar pada 28 April 1949.
Peringatan Hari Puisi Nasional setiap tanggal 28 April tersebut bertujuan untuk memperingati hari wafatnya legenda penyair terkemuka Indonesia, Chairil Anwar. Penetapan tanggal 28 April sebagai Hari Puisi Nasional tersebut dianggap oleh banyak penyair di Indonesia kurang tepat, sehingga mereka melalui Pertemuan Penyair Indonesia (PPI) mendeklarasikan Hari Puisi Indonesia yang diperingati pada tanggal 26 Juli. Tanggal 26 Juli dipilih berdasarkan tanggal lahirnya Chairil Anwar pada 26 Juli 1922.
Deklarasi Hari Puisi Nasional tersebut merupakan puncak dari serangkaian acara Pertemuan Penyair Indonesia (PPI) I yang digelar pada 22 November 2012 di Anjungan Idrus Tintin Pekanbaru, Riau. Setelah dideklarasikan, Hari Puisi Indonesia diperingati tanggal 26 Juli setiap tahunnya.
Sementara, Hari Puisi Sedunia atau World Poetry Day juga diperingati secara internasional. Berbeda dengan Hari Puisi Nasional dan Hari Puisi Indonesia, Hari Puisi Sedunia diperingati pada tanggal 21 Maret setiap tahunnya.
Menurut situs UNESCO, Hari Puisi Sedunia adalah kesempatan untuk menghormati penyair, menghidupkan kembali tradisi lisan pembacaan puisi, mempromosikan membaca, menulis dan mengajar puisi, mendorong konvergensi antara puisi dan seni lainnya seperti teater, tari, musik dan lukisan, dan meningkatkan visibilitas puisi.
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengadopsi Hari Puisi Sedunia pada 21 Maret 1999. Peringatan internasional itu diadopsi UNESCO melalui Konferensi Umum ke-30 di Paris untuk “memberikan pengakuan baru dan dorongan untuk gerakan puisi nasional, regional dan internasional.”
UNESCO berharap dapat menginspirasi perayaan puisi di seluruh dunia, melestarikan bahasa yang terancam punah, dan membangkitkan ekspresi puitis hingga hari ini. Membaca, menulis, dan mengajar puisi didorong agar menyatu dengan media ekspresi lainnya seperti musik, tari, lukisan, dan lainnya. (P-DTK/wl)