PRIORITAS, 12/4/25 (Sydney): Para ahli mengatakan perang tarif Amerika Serikat (AS) dan China saat ini, dapat menguntungkan bagi warga Australia. Konsumen di Negeri Kangguru tersebut bisa menikmati barang-barang buatan Tiongkok yang jauh lebih murah.
Mobil, ponsel dan produk elektronik yang tadinya ditujukan ke Amerika Serikat tapi terhambat tarif bea masuk yang tinggi, dapat diekspor ke Australia sehingga harganya menjadi lebih rendah.
“Itu akan menjadi hal yang baik jika, misalnya, hasilnya adalah mobil buatan China yang lebih murah, ponsel buatan China yang lebih murah, mainan, pakaian, dan berbagai jenis barang lainnya yang kita impor dari China,” kata Ekonom independen, Saul Eslake, seperti dikutip Beritaprioritas.com dari ABC News Australia, hari Sabtu (12/4/25).
Kenaikan tarif dramatis yang dilakukan Presiden AS Donald Trump terhadap China, akan membuat banyak barang China terpaksa keluar dari pasar Amerika dan warga Australia dapat memperoleh keuntungan dari situ.
Para ekonom mengatakan, arus besar barang elektronik, mesin, mainan, dan produk lain yang tadinya ditujukan ke Amerika Serikat akan membutuhkan tujuan baru.
“Warga Australia bisa saja mendapatkan keuntungan dari barang yang lebih murah, karena hambatan perdagangan membuat konsumen Amerika berada di luar jangkauan eksportir China”, ujar pengamat ekonomi.
Saling balas
Perang dagang saling balas terus berlanjut. AS menghajar China dengan pajak impor 145 persen, sebaliknya Tiongkok membalas dengan memberlakukan tarif sebesar 125 persen pada impor Amerika.
Dalam komentar publik pertamanya mengenai kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengatakan tidak ada pemenang dalam perang dagang.
Pada hari Jumat, waktu AS, sekretaris pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan Presiden Trump optimis ada kesepakatan akan dicapai dengan China. “Jika Tiongkok terus membalas, itu tidak baik bagi Tiongkok,” kata Leavitt.
Minggu ini, Pesiden Trump mengumumkan penghentian sementara 90 hari atas pungutan Reciprocal atau timbal balik terhadap semua negara di seluruh dunia, kecuali China. Namun, tarif sebesar 10 persen atas impor ke AS tetap berlaku.
Dua pilihan
Ekonom Saul Eslake mengatakan produsen China memiliki dua pilihan — mengurangi volume barang yang diproduksi atau mencari pasar baru untuk produk mereka di luar AS.
Ia mengatakan produsen daging sapi, jelai, makanan laut dan anggur Australia, sempat menghadapi tantangan dalam menemukan pasar baru, ketika China memperkenalkan hambatan perdagangan pada tahun 2020.
Tapi kini, akibat ada perang tarif dengan AS, China mulai gencar mencari negara lain, yang ingin menjadi mitra dagangnya. Eslake mengatakan peningkatan ekspor Tiongkok ke Australia dan sebaliknya dapat memberikan manfaat.
“Menjelang Natal, mainan yang mungkin berakhir di kaus kaki anak-anak Amerika, sebagai gantinya bisa berakhir di kaus kaki anak-anak Australia,” paparnya.
Tidak bersaing
Saul Eslake menilai produksi barang elektronik, mobil, dan barang mode kelas atas China tidak bersaing secara langsung dengan industri Australia.
“Sulit untuk memikirkan alasan apa pun mengapa pemerintah Australia harus menghalangi upaya China, untuk menjual produk-produk ini kepada warga Australia dengan harga lebih rendah,” katanya.
Menurut dia jika semua faktor lain sama, maka inflasi akan lebih rendah. “Pada gilirannya, jika semua faktor lain sama, suku bunga akan lebih rendah daripada yang seharusnya”, paparnya
Lisa Toohey, pakar hukum perdagangan internasional di Universitas New South Wales, mengatakan berapa banyak warga Australia akan membayar barang-barang buatan China di masa mendatang, pada akhirnya akan bergantung pada konsumen Amerika.
Ia mengemukakan jika warga Amerika Serikat tidak siap membayar lebih, warga Australia akan menuai manfaatnya tetapi itu akan dilakukan berdasarkan per produk. (P-Jeffry W)