PRIORITAS, 21/12/24 (Jakarta): Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan, menjelaskan, secara hukum pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor apabila mereka mengembalikan hasil korupsinya kepada negara, sesuai undang-undang, seperti diberitakan Beritaprioritas.com Kamis (19/12/24).
Pernyataan Presiden Prabowo, menurut Yusril, berkaitan dengan kewenangan presiden dalam memberikan amnesti dan abolisi yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, serta sesuai dengan ratifikasi Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC).
“Maksud beliau itu baik. Suatu Langkah sistematis yang cepat untuk menyelesaikan persoalan korupsi yang terjadi di tengah masyakarat kita ini, yang sudah kita berantas sekian lama dari tahun 1970-an sampai sekarang, tetapi hasilnya tidak terlalu mengembirakan,” ucap Yusril dalam dialog eksklusif program Beritasatu Sore yang tayang di BTV, Jumat (20/12/24).
Prioritas utama: Pemulihan aset negara
Menurutnya, berbagai langkah telah dilakukan Indonesia untuk memperbaiki indeks persepsi korupsi, termasuk melalui penegakan hukum yang optimal. Namun, yang menjadi prioritas utama adalah pengembalian aset negara yang dicuri oleh koruptor (asset recovery).
“Kita sudah punya polisi, punya jaksa, punya KPK, tetapi toh permasalahan korupsi ini tidak terselesaikan juga sudah sekian lama. Karena itu memang diperlukan suatu pendekatan baru,” kata Yusril.
Ia menjelaskan, pendekatan baru tersebut telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2006 melalui ratifikasi UNCAC yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
“Aturan-aturan pemberantasan korupsi harus disesuaikan dengan aturan baru ini, yang penekanannya itu bukan lagi pada efek jera atau hukuman saja. Tetapi yang paling penting adalah menyadarkan yang bersangkutan tobat seperti yang dikatakan Pak Prabowo, dan kemudian aset negara yang dicuri dikembalikan,” ucapnya.
Menurut Yusril, Presiden Prabowo bicara tentang koruptor yang bertobat dengan bahasa yang mudah dipahami oleh seluruh rakyat, mengingat posisinya sebagai Presiden. “Makanya bahasa beliau itu yang tobat kita maafkan,” katanya.
Korupsi tak hilangkan unsur pidana
Yusril memahami ada pihak yang mengkritik Presiden Prabowo, karena dalam Undang-Undang Tipikor, pengembalian hasil korupsi tidak menghilangkan unsur pidananya.
“Membaca hukum jangan hanya terpaku pada satu undang-undang, tetapi ada yang lebih tinggi dari undang-undang yaitu UUD 1945, karena presiden itu memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Nah, saya melihat ketiga hal ini mungkin dilaksanakan,” ucap Yusril.
Yusril mengatakan, Presiden Prabowo memiliki kemungkinan besar untuk memberikan amnesti dan abolisi kepada koruptor yang mengembalikan hasil korupsi serta membayar ganti rugi kepada negara.
“Abolisi itu diberikan terhadap orang yang sedang diperiksa, disidik melakukan suatu tindak pidana yang masih diproses atau sedang diadili, atau belum jadi tersangka, tetapi mau mengembalikan (hasil korupsi). Jadi orang-orang seperti ini diberikan abolisi sesuai kesepakatan bersama,” katanya.
Amnesti diberikan kepada individu yang telah dihukum karena kasus korupsi, namun kemudian bersedia mengembalikan hasil korupsi dan membayar penuh kerugian negara.
Yusril memberikan contoh pemberian amnesti kepada anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) setelah tercapainya kesepakatan damai antara GAM dan pemerintah pada 2005. Pada saat itu, tahanan dan narapidana GAM yang menyatakan tidak lagi mengangkat senjata dan menghentikan tuntutan kemerdekaan diberikan pengampunan oleh negara. (P-Zamir)