PRIORITAS, 3/7/24 (CNBCi): Hampir di seluruh pelosok Nusantara kini pasti bisa ditemui jaringan waralaba Alfamart. Setidaknya hingga di ibukota provinsi.
Ya, Alfamart sangat akrab di telinga masyarakat. Gerainya yang tersebar di seluruh Indonesia menandakan kesuksesan dari sang pemilik, Kwok Kwie Fo atau Djoko Susanto.
Nah, kisahnya bermula di tahun 1966. Sesudah meninggalkan bangku SMA, Djoko Susanto mengawali kariernya di perusahaan perakitan radio sebagai pegawai biasa.
Akan tetapi, di sana dia tidak betah. Alhasil, Djoko memilih membantu bisnis kelontong ibunya bernama Toko Sumber Bahagia di Petojo, Jakarta.
Jaga warung hingga jadi direktur
Sehari-hari di sana, ia menjaga warung yang berjualan kacang tanah, minyak sayur, sabun mandi dan rokok, dari pagi sampai malam. Seiring waktu,warung tersebut kemudian hanya berkonsentrasi menjual rokok dalam skala besar. Dan kebetulan mitra utama warung Sumber Bahagia ialah Gudang Garam.
Tak disangka, penjualan di sana mendapatkan hasil positif. Bahkan, tulis Sam Setyautama, pada 1987 Djoko sudah punya 15 jaringan toko grosir dan terpilih sebagai penjual rokok Gudang Garam terbesar.
Di tengah jalan, keberhasilan Djoko menjual rokok ini menarik perhatian petinggi PT HM Sampoerna, yakni Putera Sampoerna.
“Pertemuannya dengan Putera Sampoerna, bos PT HM Sampoerna akhir 1986 mengubah nasibnya secara total. Ia diangkat menjadi Direktur Penjualan PT Sampoerna yang membawa PT HM Sampoerna ke peringkat kedua terbesar setelah Gudang Garam,” tulis Sam Setyautama dalam “Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa Di Indonesia” (2008).
Ya, kepiawaiannya memasarkan rokok membuatnya juga dipercaya menjadi Direktur PT Panarmas yang menjadi distributor rokok Sampoerna. Di posisi inilah, Djoko turut serta memasarkan merek baru Sampoerna bernama Sampoerna A Mild di tahun 1989.
Jejak awal dirikan Alfamart
Kelak, rokok ini menjadi salah satu yang populer di Indonesia. Ketika memasarkan rokok baru inilah, Djoko mendirikan PT Alfa Retailindo pada 1989 usai mengubah gudang Sampoerna di Jl Lodan No 80.
“Dengan modal Rp2 miliar, gudang itu disulap menjadi Toko Gudang Rabat, dengan 40 persen saham dimiliki Puetera Sampoerna, dan sisanya dimiliki Kwok Kwie Fo (alias Djoko Susanto),” tulis Sam Setyautama.
Toko Gudang Rabat itu jadi cikal bakal Alfa. Mulanya, difungsikan sebagai distributor rokok baru Sampoerna, tetapi perlahan jadi toko kelontong yang menjual berbagai macam barang.
Toko Gudang Rabat kemudian berkembang besar dan memiliki banyak cabang di beberapa kota Indonesia. Pada tahun 1990-an, Gudang Rabat menjelma menjadi retail pesaing Indomaret bentukan Salim Group dengan memiliki 32 gerai.
Namanya kemudian berubah menjadi Alfa Minimart di bawah PT Sumber Alfaria Triyaja pada 18 Oktober 1999. Alfa Minimart berupaya mirip dengan Indomaret, yakni minimarket yang bisa dijangkau masyarakat secara dekat, di mana bangunan pertamanya di Jl. Beringin Raya, Tangerang.
Keberadaan Alfa Minimart mendapat respons positif dari masyarakat. Penjualannya naik. Djoko segera dapat “durian runtuh”.
“Alfa dinyatakan go public pada 18 Januari 2000. Saat itu nilai kapitalisasi pasar Alfa ditaksir mencapai US$108,29 juta,” tulis buku Kaum Supertajir Indonesia (2008).
Suntikan modal Putera Sampoerna
Sejak 1 Januari 2003, Alfa Minimart berubah menjadi Alfamart. Putera Sampoerna ikut menyuntikkan modalnya dan kemudian Alfamart beranak-pinak seperti sekarang.
Gerainya mencapai ribuan gerai. Sesudahnya, Alfamart tetap tumbuh sumbur menjadi jaringan minimarket terbesar di tanah air.
Sementara Alfamidi, pertama kali berdiri pada 28 Juni 2007 di bawah naungan PT Midimart Utama (MiDi) dan PT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk.
Meskipun masih dalam satu manajemen dengan Alfamart, kendati demikian Alfamidi memiliki perbedaan dan ciri khas yang berbeda. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari ukuran toko yang lebih besar dibanding Alfamart. (P-CNBCi/jr) — foto ilustrasi istimewa