PRIORITAS, 4/8/25 (Jakarta): Tokocrypto menyatakan siap menyesuaikan diri dengan skema pajak kripto terbaru yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025.
Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Dalam aturan tersebut, aset kripto dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,21 persen untuk perdagangan dalam negeri dan 1 persen untuk transaksi melalui platform luar negeri.
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menyambut baik regulasi ini sebagai pengakuan terhadap industri kripto nasional.
“Skema perpajakan baru ini cukup progresif. Dengan penghapusan PPN dan hanya mengenakan PPh final saat penjualan, investor kini mendapatkan kepastian dan efisiensi dalam bertransaksi,” ungkap Calvin dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/8/25).
Pemerintah juga menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi aset kripto. Penghapusan ini sejalan dengan perubahan klasifikasi kripto sebagai surat berharga sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (2) huruf d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983. Namun demikian, Calvin menyoroti aspek keadilan dalam skema baru tersebut.
“Ini berbeda dengan sistem capital gain tax yang hanya berlaku saat investor memperoleh keuntungan. Ke depan, kami berharap skema pajak bisa lebih mencerminkan asas keadilan dalam ekonomi digital,” tambahnya, seperti dikutip Beritaprioritas dari Antara.
Nilai transaksi meningkat
Menurut data yang disampaikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), nilai transaksi kripto di Indonesia pada tahun 2024 meningkat tiga kali lipat menjadi Rp650 triliun. Jumlah investor kripto kini telah melampaui 20 juta orang, melampaui jumlah investor pasar modal konvensional.
Pemerintah menyatakan, skema baru ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan ekosistem transaksi digital yang sehat.
Tokocrypto menyebut pihaknya sedang menyesuaikan sistem internal agar penerapan aturan ini berjalan lancar.
“Kami telah mengusulkan masa transisi minimal satu bulan sejak PMK diterbitkan. Ini penting agar semua platform memiliki waktu yang cukup untuk penyesuaian dan edukasi kepada pengguna,” jelas Calvin.
Lebih lanjut, ia meminta agar pengawasan transaksi di platform asing diperketat. Tujuannya adalah memastikan persaingan yang adil bagi pelaku industri di dalam negeri.
Berbanding terbalik dengan negara lain
Kebijakan pajak kripto Indonesia ini berbeda dibanding negara lain. India masih menerapkan pajak tinggi 30 persen tanpa pembukaan akses terhadap instrumen seperti ETF Bitcoin.
Di Amerika Serikat (AS), Presiden Donald Trump mengusulkan penghapusan pajak capital gain atas kripto untuk mempercepat adopsi. Thailand memilih membebaskan pajak penghasilan pribadi atas kripto hingga 2029 demi menjadi pusat kripto Asia Tenggara.
Secara keseluruhan, Tokocrypto berharap kebijakan ini bisa jadi pijakan untuk pertumbuhan industri kripto Tanah Air.
“Kami berharap kebijakan pajak yang lebih fleksibel dan adaptif ini dapat menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekosistem kripto yang sehat di Indonesia. Di sisi lain, kami mendorong agar pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif fiskal bagi pelaku industri kripto nasional guna mendukung inovasi, penciptaan lapangan kerja, dan kontribusi terhadap inklusi keuangan digital di Indonesia,” tutup Calvin. (P-Khalied M)