28.3 C
Jakarta
Monday, August 25, 2025

    Pemerintah klaim jujur soal rilis pertumbuhan ekonomi 5,12 persen, ini faktanya!

    Terkait

    PRIORITAS, 8/8/25 (Jakarta): Data ekonomi Indonesia kembali jadi arena panas perdebatan. Pemerintah klaim angka BPS 5,12 persen murni fakta. Namun, sejumlah ekonom menuding ada aroma janggal yang mengancam kepercayaan publik.

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan alias Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi menegaskan, pemerintah selalu jujur saat menyampaikan data ekonomi kepada masyarakat.

    Dia merespons sorotan sederet ekonom terhadap rilis Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 5,12 persen.

    “Sebelum saya sampaikan yang lebih teknis, ini teman-teman, pemerintah itu jujur-jujur aja loh mengeluarkan data. Kalau turun dibilang turun, kalau naik dibilang naik,” kata Hasan di kantor PCO, Jakarta, Kamis (7/8/25).

    Hasan menilai keraguan tersebut muncul karena tak semua pihak memandang pertumbuhan ekonomi secara positif. Ia menyebut meskipun datanya menunjukkan kenaikan, sebagian kalangan tetap menganggapnya negatif.

    “Ya kalau keresahan mungkin framing ya, kalau soal keresahan ya. Kita tahu juga saya juga membaca ada beberapa ekonom yang mungkin tidak terlalu positif melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif,” ujarnya.

    Hasan menjabarkan data pertumbuhan ekonomi sejak kuartal IV/2024, bertepatan saat Presiden Prabowo dilantik pada Oktober 2024. Ia menekankan, penurunan pada kuartal I/2025 juga diumumkan secara terbuka.

    “Itu pertumbuhan ekonomi kita. 5,02 dikeluarkan apa adanya kuartal IV. Kuartal I 2025 teman-teman masih ingat nggak datanya? Yang dikeluarkan 4,87. Turun kan? Penurunan itu dikeluarkan oleh pemerintahan yang sama oleh BPS di bawah pemerintahan yang sama. Turun kita bilang turun,” jelasnya.

    Pemerintah konsisten

    Kini, BPS merilis pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 5,12 persen. Hasan menegaskan konsistensi pemerintah dalam menyampaikan setiap perubahan data.

    “Kuartal ke-2 naik 5,12 dikeluarkan oleh pemerintahan yang sama oleh BPS di bawah pemerintahan yang sama. Jadi kalau turun kita bilang turun, kalau kita naik dibilang naik,” beber Hasan.

    Meski demikian, ia mengakui masih ada pihak yang meragukan kenaikan ini. Menurutnya, sebagian pengamat terlalu fokus pada konsumsi dan belanja pemerintah, tetapi mengabaikan data investasi.

    “Padahal dikeluarkan oleh pemerintahan yang sama, dikeluarkan oleh BPS di bawah pemerintahan yang sama. Banyak orang yang sekarang terpaku sama konsumsi, government spending, tapi enggak mau terima data investasi,” tutur Hasan.

    Keraguan validitas data

    Sorotan terhadap validitas data ini salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Ia menilai data BPS tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi ekonomi riil dan memunculkan sejumlah kejanggalan.

    “Ada beberapa data yang janggal, salah satunya soal pertumbuhan industri pengolahan. Selisih datanya terlalu berbeda antara BPS dan Purchasing Managers’ Index Manufaktur,” kata Bhima dikutip Beritaprioritas dari KONTAN.co.id seperti diwartakan KOMPAS.com, Jumat (8/8/25).

    Bhima juga khawatir potensi intervensi politik terhadap data BPS bisa mengikis kepercayaan publik. Ia mengingatkan, jika masalah ini berulang, pelaku usaha dapat kehilangan acuan strategis dan memerlukan sumber data pembanding yang kredibel.

    Menanggapi hal ini, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti memastikan lembaganya menggunakan standar internasional dalam setiap penghitungan.

    “Kan ada standar internasional,” ujar Amalia di Istana, Jakarta, Rabu (6/8/25).

    Amalia menegaskan seluruh data pendukung pertumbuhan ekonomi sudah melalui proses verifikasi. “Data-data pendukungnya sudah oke,” pungkasnya. (P-Khalied M)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    spot_img

    Terkini