27.3 C
Jakarta
Thursday, April 17, 2025
spot_img

    Pelanggaran ruang laut Kepulauan Seribu, KKP: Sanksi administrasi PT CPS berlanjut

    Terkait

    PRIORITAS, 1/2/25 (Jakarta):Pemanfaatan ruang laut memiliki berbagai fungsi strategis yang mencakup aspek ekonomi, ekologi, sosial, dan pertahanan. Diantaranya dalam bidang ekonomi, pemanfaatan laut hanya untuk aktivitas perikanan tangkap dan budidaya (misalnya tambak udang, rumput laut, dan ikan kerapu) guna meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan nelayan.

    Pemanfaatan ruang laut yang optimal dan berkelanjutan sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Mendapati pemanfaatan di luar peruntukan ruang laut, pemerintah tegas dalam pemberian sanksi.

    Diketahui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam keterangan resminya di Jakarta menyampaikan, pemberian sanksi administrasi kepada PT CPS berlanjut seusai ditemukan indikasi dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang laut yang dilakukan perusahaan itu di Kepulauan Seribu, Jakarta.

    “KKP temukan indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang laut oleh PT CPS, proses sanksi administratif berlanjut,” kata Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (1/2/25).

    Dia menyampaikan, KKP terus mendalami dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang laut oleh PT CPS, setelah melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan perusahaan pada 30 Januari 2025. Berdasarkan hasil pemeriksaan, PT CPS diketahui melakukan aktivitas pembangunan di dua lokasi, yaitu perairan Pulau Biawak dan Pulau Kudus Lempeng.

    “Perwakilan PT CPS mengakui bahwa sebagian kegiatan pembangunan tidak sesuai dengan izin yang diberikan dalam Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut atau PKKPRL,” ujar Doni Ismanto.

    Di Pulau Biawak, kata Doni pula, pembangunan dilakukan tanpa izin yang sesuai, mencakup reklamasi, pembangunan dermaga, pendopo, cottage, dan fasilitas lainnya.

    Sementara itu, di Pulau Kudus Lempeng, kegiatan reklamasi dilakukan tanpa perizinan yang seharusnya menggunakan sistem dermaga tiang pancang. “Dugaan pelanggaran ini berpotensi menyebabkan kerusakan ekosistem laut, terutama pada padang lamun dan terumbu karang,” kata Doni lagi.

    Sebagai langkah tindak lanjut, KKP akan menentukan besaran sanksi administratif berdasarkan nilai investasi proyek yang wajib diserahkan oleh PT CPS paling lambat 7 Februari 2025. KKP menegaskan bahwa setiap aktivitas pemanfaatan ruang laut harus mematuhi ketentuan yang berlaku untuk menjaga keberlanjutan ekosistem dan mencegah kerusakan lingkungan.

    Proses pemeriksaan akan terus berlanjut hingga sanksi yang sesuai dapat diterapkan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kelautan dan perikanan, yakni PP21/2021, PP85/2021, dan Permen KP 31/2021.

    Sebelumnya sebagaimana dilansir Antara, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa PT CPS di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta, terindikasi melakukan reklamasi tanpa izin di kawasan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

    Trenggono saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IV DPR RI, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/25), mengatakan bahwa PKKPRL yang diterbitkan untuk perusahaan tersebut seharusnya untuk kegiatan cottage apung dan dermaga wisata, namun diduga melakukan reklamasi.

    “Pemanfaatan pulau untuk pariwisata, yaitu PT CPS di Pulau Pari, Provinsi DKI Jakarta. Statusnya, PKKPRL PT CPS yang diterbitkan pada tanggal 12 Juli 2024 untuk kegiatan cottage apung dan dermaga wisata, luasnya 180 hektare, terindikasi pelanggaran dengan melakukan kegiatan reklamasi tanpa izin,” kata Trenggono.

    Dia menyampaikan bahwa hasil peninjauan di lapangan yang dilakukan KKP, ditemukan adanya kegiatan pengerukan menggunakan alat berat di Pulau Pari, diduga dilakukan oleh PT CPS di dalam area KKPRL terbit.

    Terdapat kegiatan pembangunan pondok wisata dengan metode reklamasi yang belum memiliki KKPRL dilakukan oleh subjek hukum yang sama, yaitu PT CPS, yang terindikasi melakukan alih fungsi ekosistem mangrove.

    Kegiatan itu diduga melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, tentang Penetapan PP Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. (P-bwl)

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    - Advertisement -spot_img

    Terkini