PRIORITAS, 12/6/25 (Cilacap): Sepasang kekasih di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, ditangkap oleh pihak kepolisian karena mengubah tangki bahan bakar mobil mereka guna menimbun BBM bersubsidi jenis Pertalite, yang kemudian dijual secara ilegal.
Pasangan yang kemudian diketahui berinisial SN dan PI ini diketahui telah menjalankan aktivitas ilegal tersebut selama enam bulan terakhir.
Mereka memanfaatkan sebuah mobil sedan yang telah dimodifikasi, memungkinkan tangki bahan bakarnya menampung hingga 100 liter BBM—kapasitas yang jauh melampaui ukuran standar tangki mobil biasa yang hanya sekitar 35 liter.
Modus operandi pasangan ini terbilang cukup licik. Mereka berkeliling dari satu SPBU ke SPBU lain di wilayah Cilacap untuk membeli Pertalite dalam jumlah besar dengan menggunakan barcode yang sama secara berulang.
Setelah pengisian, BBM tersebut disedot dari tangki mobil lalu dipindahkan ke dalam galon-galon bekas air mineral di kediaman mereka.
Dalam waktu satu minggu, mereka mampu mengumpulkan hingga 50 galon Pertalite, yang kemudian dijual kembali kepada pengecer dengan keuntungan sekitar Rp1.000 hingga Rp1.500 per liternya.
Melakukan penggerebekan rumah
Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Satreskrim Polresta Cilacap akhirnya mencurigai aktivitas ilegal pasangan tersebut. Petugas pun segera melakukan penggerebekan di rumah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan BBM.
Saat penggeledahan, polisi menemukan puluhan galon berisi Pertalite, ratusan galon kosong, selang penyedot, serta dua mobil yang dipakai untuk kegiatan distribusi ilegal.
Salah satu dari dua kendaraan tersebut telah dimodifikasi secara khusus pada bagian tangkinya. Menurut pihak kepolisian, perubahan ini memungkinkan mobil tersebut menampung bahan bakar dalam jumlah yang jauh lebih besar dari kapasitas standar, sehingga sangat mendukung praktik penimbunan yang mereka lakukan.
Kapolresta Cilacap melalui jajarannya menegaskan, tindakan ilegal yang dilakukan pasangan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang serius.
Keduanya dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Jika terbukti bersalah, mereka bisa dikenai hukuman pidana maksimal enam tahun penjara atau denda hingga Rp60 miliar.
“Dengan cara membeli menggunakan barcode yang dipakai berulang-ulang, mereka memodifikasi kendaraan agar tangki bisa menampung lebih banyak. Setelah itu, BBM dipindah ke galon dan dijual ke pengecer sesuai pesanan. Keuntungan mereka sekitar Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per liter,” jelas salah seorang penyidik, Kamis (12/6/25).
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba memanfaatkan celah distribusi BBM bersubsidi demi keuntungan pribadi. Selain merugikan negara, tindakan semacam ini juga berdampak pada masyarakat luas yang sangat membutuhkan bahan bakar bersubsidi dengan harga terjangkau. (P-Zamir)