PRIORITAS, 12/7/25 (Jakarta): Mohammad Hatta alias Bung Hatta menjadi sosok sentral dalam sejarah ekonomi kerakyatan Indonesia. Bukan hanya karena perannya sebagai proklamator bersama Bung Karno (Sukarno), tapi juga karena kontribusinya dalam membangun sistem ekonomi alternatif yang berpihak pada rakyat kecil.
Pemikiran Hatta tentang koperasi tidak lahir secara tiba-tiba. Ia menggali prinsip ekonomi berbasis gotong royong sebagai reaksi terhadap sistem kapitalisme kolonial yang menyisakan ketimpangan sosial di Indonesia.
Dari pengalaman hidup, pendidikan luar negeri, hingga keprihatinannya terhadap nasib kaum tani dan buruh, Hatta merumuskan konsep koperasi sebagai solusi struktural. Ia tak hanya menulis teori, tetapi ikut merumuskan arah kebijakan dan turun langsung memperjuangkannya.
Berikut lima alasan kuat mengapa Mohammad Hatta dijuluki sebagai Bapak Koperasi Indonesia:
1. Hatta lahirkan ide koperasi
Mohammad Hatta tumbuh di Bukittinggi dari keluarga Minang yang menjunjung tinggi pendidikan dan disiplin. Ia sejak remaja tertarik pada isu ketimpangan ekonomi dan keadilan sosial.
Semangat itu membawanya ke Belanda. Di sana ia menempuh studi ekonomi di Handels Hoogeschool, Rotterdam. Selama studi, Hatta aktif dalam Perhimpunan Indonesia dan menyaksikan langsung dampak kapitalisme terhadap kelas pekerja di Eropa.
Pengalaman ini membentuk pemikirannya bahwa sistem ekonomi individualistik seperti kapitalisme tidak cocok diterapkan di Indonesia yang menjunjung nilai kolektivitas. Ia pun mulai merumuskan koperasi sebagai bentuk organisasi ekonomi yang sesuai dengan budaya gotong royong.
Koperasi, menurut Hatta, bukan sekadar lembaga usaha, tetapi juga alat perjuangan rakyat untuk meraih kemerdekaan ekonomi dari dominasi kolonial dan ketimpangan struktural.
2. Koperasi lawan sistem kapitalis
Setelah kembali ke Tanah Air, Hatta melihat secara langsung dampak eksploitasi ekonomi kolonial. Para petani dan nelayan hidup miskin sementara hasil bumi mereka dikuasai pemodal asing.
Hatta menilai sistem kapitalisme tidak akan menciptakan keadilan. Ia juga menolak sosialisme totaliter yang meniadakan kebebasan individu. Karena itu, koperasi ia tawarkan sebagai jalan tengah yang lebih beradab.
“Koperasi bukan hanya bentuk organisasi ekonomi, tetapi juga sistem yang mencerminkan kepribadian bangsa,” tulis Hatta dalam bukunya Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun.
Dalam bukunya, Hatta menegaskan bahwa koperasi tidak hanya bertujuan mengejar keuntungan, tetapi membangun kekuatan ekonomi bersama berbasis solidaritas dan partisipasi.
3. Hatta tetapkan hari koperasi
Pada 12 Juli 1953, Mohammad Hatta meresmikan Hari Koperasi Indonesia dalam Kongres Koperasi Nasional di Bandung. Langkah ini bukan sekadar seremoni, tetapi pernyataan politik dan ideologis bahwa koperasi merupakan instrumen penting pembangunan ekonomi nasional.
Dalam pidatonya, Hatta menjabarkan lima prinsip dasar koperasi: keanggotaan sukarela, pengelolaan demokratis, pembagian hasil yang adil, pendidikan anggota, serta kemandirian.
Penetapan Hari Koperasi menjadi bukti bahwa negara, melalui tokoh seperti Hatta, memberikan tempat khusus bagi ekonomi rakyat dalam pembangunan nasional. Sejak saat itu, koperasi dipromosikan secara sistematis di berbagai sektorādari pertanian, perikanan, hingga keuangan.
Langkah tersebut juga menandai dimulainya gerakan koperasi modern di Indonesia yang diorientasikan pada pemberdayaan rakyat kecil dan pemutusan ketergantungan terhadap kapital asing.
4. Hatta perjuangkan sistem ekonomi
Meski banyak kalangan tidak yakin koperasi bisa bersaing dengan perusahaan swasta besar, Hatta tetap konsisten menyuarakan perlunya sistem ekonomi alternatif.
Ia aktif menulis, mengisi kuliah umum, dan menjadi pembicara dalam forum-forum nasional. Ia menggunakan setiap kesempatan untuk menyampaikan bahwa pembangunan ekonomi harus berpihak pada rakyat kecil, bukan elite pemilik modal.
āKoperasi adalah alat pembebasan rakyat dari eksploitasi ekonomi kolonial,ā ujar Hatta dalam salah satu pidato nasionalnya pada era 1950-an.
Hatta juga mengkritik kebijakan ekonomi nasional yang terlalu liberal. Ia memperingatkan bahwa tanpa strategi berbasis rakyat, bangsa ini hanya akan berpindah dari penjajahan asing ke penjajahan modal.
5. Koperasi warisan perjuangan Hatta
Meski Hatta meninggal dunia pada 14 Maret 1980, warisan perjuangannya tetap hidup dalam ribuan koperasi aktif di Indonesia. Gagasan dan nilai-nilai yang ia tanamkan menjadi pedoman dalam pengelolaan koperasi di berbagai sektor.
Gaya hidup pribadi Hatta juga memperkuat legitimasinya sebagai pejuang ekonomi rakyat. Ia hidup sederhana, menolak fasilitas negara berlebihan, dan menghindari akumulasi kekayaan pribadi.
Langkah hidupnya menunjukkan bahwa perjuangan koperasi bukan retorika, melainkan komitmen nyata untuk membela rakyat. Setiap Hari Koperasi Nasional, nama Hatta selalu disebut sebagai simbol perlawanan terhadap sistem ekonomi yang eksploitatif.
Pemikiran dan teladan hidupnya terus menjadi rujukan dalam membangun sistem ekonomi yang adil dan inklusif di Indonesia. (P-Khalied Malvino)