31.2 C
Jakarta
Wednesday, April 16, 2025
spot_img

    Militer dan milisi Myanmar lakukan pungli terhadap bantuan gempa

    Terkait

    PRIORITAS, 8/4/25 (Yangon): Pemerintah junta militer Myanmar dan milisi pendukungnya sungguh keterlaluan dan memalukan. Selain sengaja membatasi akses tim penyelamat ke lokasi gempa, para tentaranya berkolusi dengan milisi pendukung juga melakukan pungutan liar (pungli) kepada setiap tim pembawa bantuan kemanusiaan.

    Beberapa sumber seperti dikutip Beritaprioritas.com dari Myanmar Now, hari Selasa (8/4/25), mengklaim milisi yang didukung militer melakukan pemerasan dengan meminta uang kepada tim bantuan kemanusiaan, yang harus melewati pos pemeriksaan yang dibangun pemerintah. Dalam beberapa kasus mereka bahkan mengancam akan menyita bantuan kemanusiaan untuk para korban gempa bumi.

    “Sungguh memalukan. Kami melihat tentara dan milisi di pos pemeriksaan meminta uang kepada tim kemanusiaan yang secara sukarela datang hendak membantu para korban gempa. Mereka mengancam akan menahan setiap bantuan, jika tidak diberi uang”, kata seorang korban gempa warga Sagaing Myanmar, dengan meminta tidak mengungkap identitasnya.

    Banyak tim bantuan kemanusiaan dari sejumlah negara telah diterima pemerintah militer Myanmar di bandara Yangon dan Naypyitaw, namun secara fakta di lapangan mereka dipersulit tentara untuk mendapatkan akses masuk ke daerah atau wilayah bencana.

    “Mereka membuat sangat sulit untuk mendapatkan izin untuk mengambil jenazah. Kami diharuskan meminta izin dari militer,” kata seorang relawan kepada Myanmar Now.

    3600 Korban tewas

    Gempa berkekuatan Magnitudo 7,7 melanda Myanmar pada 28 Maret 2025, meluluhlantakkan bangunan, memutus aliran listrik, dan menghancurkan jembatan serta jalan di seluruh negeri. Aroma bau amis mayat yang membusuk menyengat ke seantaro daerah pusat bencana.

    Jumlah korban tewas setiap menit terus bertambah, karena terlambat mendapat pertolongan. Data terbaru menyebutkan gempa bumi tersebut telah menewaskan 3.600 orang di seluruh negeri dan melukai 5.017 orang, serta 160 lainnya hilang.

    Kerusakan sangat parah terjadi di kota Sagaing karena dekat episentrum, serta di Mandalay, kota kedua Myanmar dengan lebih dari 1,7 juta penduduk.

    Junta militer juga membatasi akses alat berat ke wilayah Sagaing,  sehingga menghambat proses pencarian korban yang masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan imbas gempa dahsyat. “Junta tak mengizinkan alat berat operasi pencarian masuk wilayah itu”, ungkap penduduk di Sagaing.

    Akibatnya misi penyelamatan hanya dilakukan dengan tenaga manusia, karena tak ada alat berat seperti backhoe  untuk membersihkan puing-puing beton yang berat. “Banyak orang kehilangan nyawa karena terlambat ditolong”, ujar seorang warga.

    Harus ada ijin militer

    Salah satu sumber mengatakan tim penyelamat yang dipimpin sukarelawan harus terlebih dahulu memperoleh izin dari rezim militer dengan menyerahkan perincian, termasuk alamat gedung yang terkena dampak.

    Wakil ketua militer Jenderal Soe Win, menyatakan setiap organisasi penyelamat harus mengikuti pedoman rezim militer dan bekerja sama dengan mereka.

    Dua hari setelah gempa, pasukan militer memblokir kelompok sukarelawan yang melakukan perjalanan dari Mandalay ke Sagaing. Junta hanya mengizinkan mereka yang mengirimkan makanan dan air untuk lewat.

    “Bahkan jika pemilik rumah meminta bantuan relawan untuk membersihkan puing-puing, tentara militer segera datang untuk campur tangan,” kata warga lain di Sagaing.

    Militer menuntut agar setiap tim relawan harus mendapatkan persetujuan resmi, sebelum mengizinkan tindakan apa pun. Pembatasan itu menghambat sebagian besar pekerjaan relawan, hingga menyebabkan banyak korban yang terperangkap di bawah reruntuhan bangunan akhirnya tewas.

    “Beberapa jenazah masih belum bisa ditemukan karena kerusakannya meluas. Hanya bangunan dan rumah di pusat kota dan di sepanjang jalan utama yang dibersihkan,” ungkap warga.

    Pengeboman militer

    Selain akses masuk yang sulit, tim penyelamat dan korban gempa juga menghadapi pemboman dari pesawat tempur serta paralayang militer Myanmar.

    Sampai hari ini junta Myanmar masih terus melanjutkan pengeboman dan serangan militernya ke sejumlah daerah yang hancur akibat gempa bumi, sehingga semakin sulit bagi daerah yang terkena dampak untuk menerima bantuan.

    Data terbaru dari kantor Hak Asasi Manusia PBB, OHCHR, militer Myanmar melakukan sebanyak 61 serangan pemboman dan penembakkan sejak bencana gempa terjadi, padahal pemerintah sendiri yang mengumumkan gencatan senjata sementara.

    Myanmar telah diperintah pemimpin junta militer Min Aung Hlaing sejak 2021, ketika ia melakukan kudeta merebut kekuasaan dengan menggulingkan pemerintahan sipil, Aung San Suu Kyi. Dibantu militer, ia kemudian memenjarakan Suu Kyi dengan berbagai tuduhan palsu.(P-Jeffry W)

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    - Advertisement -spot_img

    Terkini