27.6 C
Jakarta
Friday, October 18, 2024

    Makin banyak warga Saudi hingga Iran tak percaya agama. Kenapa ya?

    Terkait

    PRIORITAS, 12/7/24 (Riyadh): Kehidupan religius di negara-negara Arab selama ini dinilai terjaga dengan baik.

    Namun ada data yang menunjukkan, selama beberapa tahun terakhir, banyak warga di negara-negara Arab seperti Arab Saudi memilih untuk menjadi ateis atau agnostik sehingga tidak lagi percaya pada agama atau konsep ketuhanan.

    Disebutkan, kebanyakan, karena kecewa dengan aturan di tempat mereka tinggal.

    Nah, CNNIndonesia.com menghimpun berbagai sumber untuk melihat tren ateisme ini.

    Berikut ini pemaparannya.

    Arab Saudi

    Di Arab Saudi, ateisme sudah terjadi sejak satu dekade lalu. Berdasarksn jajak pendapat Gallup International pada 2012, sekitar lima persen warga Saudi menganggap diri mereka ateis, dan 19 persen lainnya tidak beragama.

    Sementara menurut artikel di lembaga think tank Secular Humanism, banyak warga Saudi mengaku ateis karena kecewa atas aturan pemerintah yang dianggap kaku dan terlampau ketat.

    Mereka juga kecewa atas represi yang dilakukan otoritas Saudi.

    Pemerintah Saudi selama ini memang menerapkan aturan ketat bagi Muslim, terutama perempuan.

    Undang-undang Dasar Pemerintahan Saudi tahun 1992 menegaskan, agama resmi negara ialah Islam serta konstitusi berdasarkan Al Quran dan Sunnah atau tindakan juga hukum yang dilakukan zaman Nabi Muhammad.

    Berdasarkan keyakinan ini, pemerintah Saudi kerap kali memaksa seseorang memeluk Islam. Mereka juga tak segan menghukum mati orang yang murtad.

    Otoritas juga akan mengeksekusi mati seseorang jika dinilai melakukan penyimpangan terhadap agama, seperti misalnya homoseksualitas.

    Berdasarkan Data Agama Dunia pada 2020 dari Universitas Boston, populasi di Saudi mencakup sekitar 31,5 juta Muslim, 2,1 juta Kristen, 708 ribu Hindu, 242 ribu ateis atau agnostik, 114 ribu Buddha, dan 67 ribu Sikh.

    Iran

    Nah, Iran juga merupakan salah satu negara yang cukup keras dalam menerapkan aturan keagamaan.

    Negara beraliran Syiah ini memiliki undang-undang kontroversial yang mewajibkan perempuan mengenakan hijab. Jika dilanggar, para penentang bisa dipenjara hingga 10 tahun.

    Pada 2022, perempuan bernama Mahsa Amini tewas saat ditahan karena melanggar aturan wajib hijab. Kematian Mahsa Amini pun memicu gelombang besar protes di seluruh Iran dan meningkatkan sekulerisme di antara masyarakat.

    Disebut asisten profesor Studi Keagamaan dari Universitas Utrecht, Pooyan Tamimi Arab, sekularisasi ini sebetulnya sudah terlihat sejak jauh-jauh hari.

    “Kami melihat peningkatan sekularisasi dan keragaman agama dan kepercayaan,” kata Tamimi Arab kepada Deutsche Welle pada 2021.

    Namun, faktor yang paling menentukan mengapa warga Iran mulai beralih menjadi ateis ialah akibat keterikatan antara negara dan agama.

    “Ini menyebabkan penduduk membenci agama institusional meskipun mayoritas masih percaya pada Tuhan,” kata dia.

    Berdasarkan survei Iranian’s Attitudes Toward Religion pada 2020, sekitar 47 persen warga Iran beralih dari beragama menjadi tidak beragama.

    Rinciannya, sembilan persen mengidentifikasi diri sebagai ateis, delapan persen sebagai Zoroastrian, dan enam persen sebagai agnostik. Sekitar 22 persen mengaku tak terikat dengan agama atau kepercayaan mana pun.

    Lebanon

    Negara Lebanon juga mengalami peningkatan ketidakpercayaan terhadap agama.

    Berdasarkan lembaga jajak pendapat Barometer Arab, tingkat kesalehan warga Lebanon menurun sekitar 43 persen selama satu dekade terakhir. (P-CNNi/jr) — foto ilustrasi istimewa

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -spot_img

    Terkini