26.7 C
Jakarta
Tuesday, June 17, 2025

    Kurangi risiko bencana, BRIN kembangkan sistem informasi tanah longsor

    Terkait

    PRIORITAS, 12/10/24 (Jakarta): Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah mengembangkan sistem informasi untuk mitigasi bencana tanah longsor. Sistem informasi tersebut dinamakan (Transient Rainfall Infiltration and Grid-based Regional Slope-stability Mapping (TRIGRSMap).

    Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) BRIN Khori Sugianti menjelaskan, TRIGRS adalah peranti lunak yang dikembangkan United States Geological Survey (USGS) guna mengetahui kestabilan lereng terhadap tingkat kerentanan tanah longsor yang dipengaruhi curah hujan secara spasial dan temporal.

    Sementara, TRIGRSMap adalah pengembangan plug in QGIS berbasis TRIGRSMap. TRIGRSMap memungkinkan sebagai salah satu pengambilan keputusan yang lebih tepat dan cepat untuk menghadapi potensi longsor.

    “Dengan TRIGRSMap, cukup dengan QGIS dari input sampai output sudah bisa divisualisasikan. Keunggulan TRIGRSMap yakni user friendly, mempermudah para perangkat desa atau mahasiswa yang melakukan tugas akhir untuk TRIGRSMap,” kata Khori, dikutip dari situs resmi BRIN.

    Sistem informasi ini merupakan kolaborasi PRKG BRIN, Pusat Data dan Informasi BRIN, Pusat Riset Geoinformatika, serta Pusat Riset Sains Data dan Informasi.

    Khori mengatakan TRIGRSMap mempunyai dua tools, penggunaannya bisa homogen dan heterogen. Homogen berarti satu daerah mempunyai kondisi geologi yang sama.

    Sebaliknya, heterogen berarti dalam satu lereng berbeda kondisi geologinya. Untuk pengambilan sampelnya sendiri harus berdasarkan geologinya dan dapat digunakan berbagai kondisi di lapangan.

    Menurutnya, terdapat tiga parameter untuk data yang diperlukan TRIGRSMap, yakni data topografi, keteknikan tanah, dan curah hujan atau hidrologi suatu daerah yang akan dipetakan kelongsorannya.

    Data topografi diperoleh dari DEMNAS atau USGS yang menghasilkan kemiringan lereng dan arah alirannya. Sementara, untuk keteknikan tanah harus ke lapangan dalam mengambil sampel, kemudian diuji di laboratorium untuk mengetahui kuat gesernya.

    Sementara, untuk hidrologi di lapangan dilakukan uji infiltrasi, pengukuran permukaan air tanah di sekitar lereng. “Selama di lapangan, dilakukan juga pengumpulan data curah hujan untuk pengolahan data curah hujan yang nantinya dilakukan di laboratorium,” ujar Khori.

    Khori mengatakan proses pengambilan data dan uji di laboratorium memakan waktu cukup lama karena ada beberapa persiapan yang harus dilakukan. “Proses lama itu di bagian analisa laboratoriumnya, biasanya dua hingga tiga harian baru selesai untuk satu sampel,” kata Khori dikutip Antara.

    Cara kerja TRIGRSMap melibatkan pemrosesan data curah hujan untuk menghitung potensi gangguan lereng dan mengidentifikasi kapan ambang batas kekuatan tanah terlampaui.

    Analisis tersebut lalu diintegrasikan ke dalam peta peringatan dini yang dapat membantu pemerintah sekaligus masyarakat setempat sebagai rekomendasi strategis tata ruang daerah. Maka, diharapkan dapat menjadi upaya pengurangan risiko bencana tanah longsor pada masa mendatang, seperti evakuasi atau penguatan infrastruktur di daerah rawan longsor. (P-bwl)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini