29.7 C
Jakarta
Saturday, August 2, 2025

    Kulit menguning diam-diam, bisa jadi hati kamu bermasalah

    Terkait

    PRIORITAS, 2/8/25 (Bekasi): Tak semua yang terlihat sehat benar-benar bebas dari penyakit. Banyak anak di Indonesia membawa virus hepatitis sejak bayi, tanpa pernah merasakan gejala apa pun. Semua tampak baik, hingga tiba-tiba fungsi hati rusak parah di usia dewasa.

    Begitu pula pada orang dewasa. Mereka sering baru menyadari infeksi setelah tubuh memberi tanda-tanda jelas kerusakan hati. Di balik wajah yang tak menunjukkan keluhan, virus bisa hidup dan berkembang bertahun-tahun.

    dr Ahmar Abdyadh, Sp.PD-KHEH, FINASIM, MKes, dari Primaya Hospital Bekasi Barat, menjelaskan, hepatitis merupakan peradangan hati. Penyebabnya bisa karena virus, konsumsi alkohol, efek obat, atau gangguan autoimun.

    “Hepatitis kronis bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa gejala. Kebanyakan pasien datang ketika sudah komplikasi,” kata dr Ahmar.

    Penyakit ini menjadi masalah global. Indonesia termasuk dalam negara dengan beban tertinggi. Sayangnya, mayoritas kasus baru terdeteksi saat sudah parah.

    Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan sekitar 28 juta warga Indonesia mengidap hepatitis B atau C. Namun, baru 10 persen yang terdiagnosis. Organisasi Kesehatan Dunia bahkan menyebut hepatitis sebagai “silent epidemic” karena gejalanya sering tidak terdeteksi.

    Anak pun rentan sejak lahir

    Hepatitis B di Indonesia banyak ditularkan dari ibu ke anak saat proses persalinan. Anak-anak yang membawa virus ini biasanya terlihat sehat. Gejala ringan atau bahkan tak tampak sama sekali. Namun seiring usia bertambah, infeksi kronis bisa merusak hati secara diam-diam.

    Gejala hepatitis memang kerap diabaikan. Kulit dan mata menguning, urine gelap, tinja pucat, mual, kelelahan ekstrem, serta nyeri di perut kanan atas, sering dianggap keluhan biasa. Padahal itu bisa menjadi pertanda hati sedang bermasalah.

    “Hepatitis bukan hanya soal virus. Ini tentang kesadaran, deteksi dini, dan keberpihakan sistem kesehatan. Saat gejalanya muncul, bisa jadi sudah terlambat. Maka, jangan tunggu kuning. Lakukan tes, edukasi keluarga, dan jaga hati karena fungsi hati menentukan masa depan hidup yang sehat,” jelas dr Ahmar, seperti dikutip Beritaprioritas dari CNBCIndonesia.com, Sabtu (2/8/25).

    Sistem imun anak belum sekuat orang dewasa. Mereka juga lebih sering terpapar hepatitis A dan E dari makanan atau minuman tercemar. Sementara kelompok usia produktif (20–49 tahun) lebih rentan terhadap hepatitis B dan C akibat kontak darah, hubungan seksual tak aman, atau penggunaan jarum suntik tak steril.

    Lansia pun punya tantangan tersendiri. Konsumsi obat jangka panjang dan metabolisme hati yang menurun bisa memperparah kondisi bila infeksi hepatitis tidak disadari sejak awal.

    Penyakit bisa dicegah dan diobati

    Kabar baiknya, sebagian besar hepatitis bisa dikendalikan atau bahkan disembuhkan. Hepatitis A dan E dapat pulih total.

    Hepatitis B bisa dikontrol dengan obat antivirus. Sementara hepatitis C kini bisa disembuhkan melalui terapi direct-acting antiviral (DAA) dengan tingkat keberhasilan lebih dari 95 persen. Namun teknologi saja tidak cukup.

    “Teknologi medis terus berkembang, tapi tanpa kebijakan publik yang kuat, kita tak bisa menekan penyebaran hepatitis,” tegas dr Ahmar.

    Ia mendorong agar vaksinasi bayi baru lahir diperluas. Skrining hepatitis harus lebih merata, terutama di daerah terpencil. Pemerintah juga perlu menggencarkan edukasi dan pelatihan bagi tenaga medis, serta memberikan tes hepatitis gratis untuk kelompok berisiko.

    Tanpa kesadaran sejak awal, hepatitis bisa terus menyebar diam-diam, hingga akhirnya menjadi beban berat di masa depan. (P-Khalied M)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    spot_img

    Terkini