PRIORITAS, 2/12/24 (Jakarta): Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kebijakan pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen dan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada tahun 2025 dapat memberikan tekanan berat pada para pengusaha.
“Pengusaha kan ini sudah terhantam dengan kenaikan UMP 6,5 persen, masa’ dihantam lagi dengan PPN 12 persen?” ungkapnya dalam diskusi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bertajuk “PPN 12 Persen: Solusi atau Beban Baru?” secara ‘online’, Senin (2/12/24) dilansir dari beritasatu.com.
Wija berharap, kenaikan UMP sebesar 6,5 persen dapat mendorong masyarakat untuk meningkatkan daya beli, meskipun PPN 12 persen akan mulai berlaku pada awal tahun depan.
“Bisa diartikan karena daya beli masyarakat naik tahun depan karena UMP 6,5 persen sehingga membayar pajak yang lebih tinggi atau PPN 12 persen tidak terlalu masalah,” ucapnya.
Mendapat banyak protes dari masyarakat
Walaupun PPN 12 persen mendapat banyak protes dari masyarakat, Wija memprediksi pemerintah pada akhirnya tetap akan memberlakukan tarif tersebut. Ia juga menilai situasi fiskal saat ini cukup berat, apalagi dengan adanya kenaikan UMP sebesar 6,5 persen pada tahun 2025.
“Dengan menaikkan ini (PPN 12 persen), penerimaan pemerintah bisa naik Rp 70 triliun hingga Rp 80 triliun,” katanya.
Wija mengatakan, pemerintah membutuhkan pendapatan negara yang signifikan untuk mendukung beban fiskal berbagai program unggulan Presiden Prabowo Subianto, termasuk program makan bergizi gratis.
“Dalam situasi seperti sekarang, itu angka yang luar biasa ketika fiskal berat ya untuk menopang makan bergizi gratis, untuk menopang subsidi BPJS, untuk memastikan threshold pendapatan tidak kena pajak (PTKP) itu tetap tidak diturunkan,” ucapnya.
Wija berpendapat, jika tarif PPN 12 persen tetap diterapkan, pemerintah perlu menjamin kebijakan tersebut akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Memang pemerintah harus kreatif. Jangan hanya memajaki saja (PPN 12 persen), tetapi penerimaan tambahan dari pajak yang naik itu harus digunakan untuk hal-hal yang bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” katanya. (P-Zamir)