24.9 C
Jakarta
Wednesday, June 18, 2025

    Kebijakan sekolah militer Dedi Mulyadi dinilai tidak solutif dan picu trauma pada anak

    Terkait

    PRIORITAS, 2/5/25 (Jakarta): Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menempatkan pelajar bermasalah di sekolah bercorak militer kembali mendapat sorotan. Radian Syam, pakar hukum tata negara dari STIH IBLAM, mengkritik kebijakan tersebut karena dinilai tidak memberikan solusi jangka panjang dan berpotensi melanggar hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

    Memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, Radian menekankan, pendekatan yang lebih tepat adalah menanamkan pendidikan hukum dan pembentukan karakter dengan inklusif sejak dini. Ia menegaskan, esensi pendidikan adalah untuk membina, bukan menghukum.

    “Sekolah militer bagi anak-anak justru bisa menciptakan trauma baru jika tidak didampingi dengan pendekatan pedagogis yang benar,” tuturnya, Jumat (2/5/25).

    Radian menekankan pentingnya mengenalkan pelajar pada nilai-nilai hukum, keadilan, dan tanggung jawab sebagai warga negara sejak dini di lingkungan sekolah, bukan dengan menanamkan rasa takut atau memberikan hukuman melalui pendekatan bergaya militer.

    “Kalau kita bangun kesadaran hukum sejak kecil, tak perlu sampai anak-anak dikirim ke barak,” tuturnya.

    Dampaknya terhadap psikologis anak

    Radian menilai kebijakan Dedi Mulyadi terkait sekolah militer bagi pelajar bersifat reaktif, terutama karena tidak disertai analisis mendalam mengenai dampaknya terhadap kondisi psikologis dan hak-hak pendidikan anak.

    “Apakah betul pelajar yang ‘nakal’ harus langsung dikirim ke sistem semimiliter? Bukankah sekolah seharusnya jadi tempat rehabilitasi karakter, bukan tempat represi?” tuturnya.

    Radian mengusulkan agar pemerintah daerah, seperti Jawa Barat, fokus pada integrasi nilai-nilai hukum dalam kurikulum pendidikan. Ia menyarankan program-program seperti simulasi persidangan, kunjungan ke pengadilan, dan pelatihan hak asasi manusia (HAM) yang dinilai lebih efektif dalam membentuk karakter dan memberikan dampak yang lebih mendalam.

    “Melek hukum bukan soal hafal pasal, tetapi paham keadilan dan tanggung jawab sosial,” imbuhnya.

    Menurut Radian, kebijakan Gubernur Dedi yang mengirim pelajar ke Resimen Stirayuda Kostrad karena orang tua dianggap tidak mampu mendidik, justru menunjukkan kelemahan dalam sistem pendidikan. Selain itu, kebijakan tersebut juga mencerminkan absennya peran negara dalam mendampingi keluarga.

    “Kalau negara hadir lewat pendidikan yang inklusif dan mendidik, kenapa harus menyerah dan menyerahkan anak-anak ke sistem militer?” ucap Radian terkait kebijakan sekolah militer untuk pelajar yang digulirkan Dedi Mulyadi. (P-*r/Zamir A)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini