PRIORITAS, 1/5/25 (Jakarta): Kasus kematian mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) Cawang Jakarta Timur, Kenzha Ezra Walewangko (22 tahun), makin panas. Rabu (30/4/25) kasus tersebut dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, saksi mengaku melihat langsung Kenzha dipukul pada saat kejadian 4 Maret 2025 lalu.
Kesaksian itu bertentangan dengan penjelasan Kepala Kepolosian Resor (Kapolres) Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, sebelumnya. Pada Jumat (25/4/25), Kapolres bahkan mengatakan polisi akan menghentikan penyelidikan kematian Kenzha Ezra Walewangko. Menurut hasil penyelidikan, katanya, penyebab kematian mahasiswa UKI tersebut bukan termasuk unsur pidana, sehingga proses penyelidikan dinyatakan ditutup.
Dihimpun dari berbagai sumber, pihak keluarga korban tidak menerima keputusan Kapolres menutup kasus tersebut. Sabtu (26/4/25) keluarga mendiang Kenzha Erza Walewangko melaporkan Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, beserta sejumlah anggotanya ke Divisi Propam Mabes Polri.
“Kami melaporkan Kapolres Jakarta Timur, Kasat Reskrim, serta penyidik terkait karena penanganan kasus tewasnya Kenzha dinilai sangat tidak profesional dan penuh kejanggalan,” kata kuasa hukum keluarga Kenzha, Manotar Tampubolon, dalam keterangannya, Sabtu (26/4/25).
Menarik perhatian DPR RI

Kontroversi kasus kematian Kenzha menarik perhatian DPR RI. Oleh karena itu, mereka mengundang para pihak dalam sebuah rapat dengar pendapat (RDH) yang digelar Rabu (30/4/25) di Senayan.
Hadir dalam RDH tersebut ialah keluarga korban dan sejumlah saksi, serta Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, dan jajaran, serta pihak Polda Metro Jaya.
Melihat langsung aksi kekerasan
Dalam kesempatan itu, saksi Eliza Gilbert mengatakan mengaku melihat langsung aksi kekerasan yang terjadi terhadap Kenzha. Dikatakannya memang betul Kenzha sempat menggoyang-goyangkan pagar, lalu diamankan sekuriti.
Eliza melanjutkan, situasi semakin buruk saat tiga orang diduga pelaku kekerasan yakni Geri, Thomas, dan Elon menghampiri Kenzha. “Geri, Thomas, dan Elon ini menghampiri korban untuk meminta keterangan. Kenapa lo masih teriak-teriak seperti itu? Tidak lama kemudian, si Geri memukul dia. Memukul korban,” ungkap Eliza.
Ia menambahkan, aksi kekerasan berlanjut bahkan setelah Kenzha sudah di atas motor saat ingin dibawa ke IGD RS UKI oleh salah satu sekuriti. “Kepala korban dibenturkan sebanyak tiga kali, tepatnya di bagian kepala belakang sebelah kanan. Korban tidak sadarkan diri dan sempat diperiksa oleh sekuriti,” tutur Eliza.
“Saya melihat Thomas ini lepas dari jeratan sekuriti, berlari ke arah korban. Sampai akhirnya saya mendengar suara tulang ketemu tulang. Kencang sekali. Sampai akhirnya korban jatuh, kepala korban sampai dibenturkan ke atas aspal,” kata Eliza.
Menurut dia, ada dugaan penghapusan bukti oleh beberapa pihak. Eliza bahkan melihat ada tiga orang yang datang ke seorang bapak-bapak yang diduga merekam kejadian dan memaksanya menghapus rekaman dari galeri dan tempat sampah HP milik si bapak.
Sebelum Eliza, saksi pertama yakni Eril, mengaku berada di lokasi sejak awal kejadian. Eril menyebut awalnya situasi di kampus masih kondusif, lalu mulai ada ketegangan saat Kenzha bersama teman-temannya mabuk dan mulai berteriak-teriak berujung ada keributan.
Ketegangan semakin terlihat saat salah satu temannya menegur Kenzha untuk pulang namun dengan bentakan. “Situasi sudah mulai tidak kondusif dan ada beberapa sekuriti yang datang,” cerita Eril.
Eril lalu mengaku berinisiatif untuk membawa korban menjauh dari lokasi keributan, namun situasi semakin tak memungkinkan. Kendati demikian, Eril tak melihat apakah Kenzha dipukuli atau tidak.
“Saya ditarik oleh saudara Eliza ke belakang dan saya tidak melihat lagi apa yang terjadi di situ,” ujar Eril.
Sementara itu, saksi lainnya, EG alias Alfa, yang juga dianggap sebagai saksi kunci dalam kasus kematian Kenzha Walewangko, akhirnya angkat bicara di hadapan Komisi III DPR RI.
Dalam kesaksiannya, Alfa memaparkan kronologi kejadian yang terjadi di lingkungan kampus UKI Cawang, Jakarta Timur, yang berujung pada kematian Kenzha. Ia mengungkapkan bahwa sebelum insiden tersebut, korban sempat melontarkan kalimat bernada rasis kepada mahasiswa lain.
“Izinkan saya bersaksi atas kematian Kenzha. Sekitar pukul 06.30 WIB, saya sedang berteduh di bawah payungan. Setelah itu saya naik ke Gedung AB kampus UKI untuk ke kamar mandi. Saat turun, saya melihat ada keributan di area payungan tengah,” ujar Alfa di hadapan anggota dewan.
Alfa kemudian melihat rekannya, Steven, berada di lokasi kejadian. Ia sempat menanyakan kepada Steven perihal keributan yang terjadi. “Steven bilang ada keributan antar fakultas, antara FISIP dan Fakultas Hukum. Dia juga bilang di situ ada Eril,” lanjutnya.
Tak lama kemudian, Alfa melihat Eril bersama Kenzha dan seorang mahasiswa lain bernama Putra, tengah membopong Kenzha menuju gerbang kampus.
“Saya tanya ke Eril, kenapa dengan dia? Eril jawab, ‘Dia sedang mabuk, Bang, di payungan tengah’. Saya bilang, ya sudah, amankan saja, bawa dia pulang atau ke kosan, jauhkan dari kampus,” tutur Alfa.
Namun, menurut Alfa, kondisi tidak membaik. Kenzha malah berteriak-teriak dan mengeluarkan ucapan bernada rasis kepada mahasiswa lain di dalam kampus. Ia bahkan sempat memanjat pagar dan kemudian diturunkan oleh petugas keamanan kampus.
“Dia meneriaki mahasiswa dengan kata-kata rasis. Setelah itu dia memanjat pagar dekat perpustakaan, lalu sekuriti menurunkannya lagi,” ucap Alfa.
Situasi makin memanas ketika tiga mahasiswa lain—berinisial G, T, dan D—mendatangi korban dan menegur karena teriakan-teriakan tersebut. Salah satu dari mereka, yakni G, diduga memukul Kenzha. “Saya melihat dari jarak sekitar lima meter. G memukul korban hingga korban terjatuh bersama pagar,” katanya.
Kapolres: Tak ada pengeroyokan

Dalam RDP di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta itu, Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, tetap pada keterangannya terdahulu. Ia menegaskan, tak ada pengeroyokan dalam kasus kematian Kenzha Walewangko.
“Tidak terlihat bahwa terjadi pengeroyokan, kalau keributan iya. Ada terjadi keributan, tetapi tidak terjadi pengeroyokan seperti yang disampaikan,” kata Nicolas.
Pernyataan Nicolas itu menyanggah keterangan dari keluarga korban tentang adanya keributan hingga pengeroyokan terhadap Kenzha. “Terkait dengan keterangan ada keributan atau pengeroyokan, kami sampaikan di sini bahwa ada video yang beredar di media sosial. Setelah kami serahkan ke Puslabfor, ternyata video itu sudah dimodifikasi, tidak terlihat bahwa terjadi pengeroyokan,” ujar Nicolas, dilansir dari Antara.
Dalam RDP tersebut, Nicolas mengatakan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terhadap 47 saksi. Rinciannya, 26 saksi dari pihak mahasiswa UKI, delapan saksi dari sekuriti kampus UKI, tujuh saksi pihak RS UKI, tiga saksi dari pihak rektorat UKI, satu orang saksi pihak keluarga korban, satu orang saksi pihak driver kampus UKI, dan satu saksi penjual minuman alkohol.
Para saksi yang dimintai keterangan bukan merupakan mahasiswa yang ikut mengonsumsi minuman beralkohol bersama korban. “Yang kita dalami itu adalah saksi-saksi yang normal, dalam hal ini adalah mahasiswa yang tidak ikut minum, mahasiswa yang berada di sekitar TKP dan para sekuriti yang membubarkan mahasiswa pada saat ikut minum di payungan tengah, sampai yang membopong korban yaitu saudara EFW dan PAG yang bawa korban dari payungan tengah sampai pagar kampus,” jelas Nicolas.
Ia juga mengungkapkan, keterangan para saksi mengatakan korban sebelumnya mengonsumsi minuman beralkohol bersama dua rekannya di kampus HIPMI UKI. Setelah itu, mereka pindah ke area payungan tengah dan minum arak Bali bersama sekitar 10 orang lainnya.
Pada saat di payungan tengah, kata Nicolas, Kenzha terjatuh sendiri tanpa disentuh orang lain. “Pada saat di payungan tengah itu, dia jatuh sendiri tanpa disentuh orang lain, dia jatuh dua kali. Nanti juga ada hasil CCTV-nya dan juga hasil keterangan saksi yang ada di TKP, selanjutnya bubar dan udah tak bisa jalan sendiri, korban akhirnya dibawa dua orang saksi” ujar Nicolas.
Usai kejadian tersebut, lanjutnya, Kenzha disebut sudah tidak mampu berjalan sendiri sehingga harus dibantu dua orang saksi menuju pinggir pagar kampus. Kemudian, Kenzha berdiri sambil memegang dan menggoyang-goyangkan pagar sambil berteriak ujaran bernada rasis dengan posisi saksi juga mendengar.
Pagar besi roboh usai digoyang Kenzha dan dia jatuh ke dalam got. “Setelah itu karena goyangan pagarnya itu, korban jatuh dengan pagar bersamaan ke dalam got kering yang ada juga batu-batu di bawahnya, korbannya di atas, pagarnya di bawah, pagar besinya. Dan di situlah korban mulai luka, kepalanya pecah dan di situ mulai darah bercucuran di situ,” ucap Nicolas.
Korban kemudian diangkat oleh dua petugas keamanan karena sudah tidak bisa berdiri lagi saat jatuh ke dalam got. Saat hendak dibawa, korban kembali lemas dan jatuh saat berjalan sejauh 10 meter.
“Jadi, jatuh sendiri korban ada dua kali di payungan tengah, satu kali di got pagar, satu kali di aspal, satu kali pas jalan. Total jatuh lima kali,” kata Nicolas. Saat keadaan tak sadarkan diri, katanya, Kenzha dibawa ke IGD RS UKI menggunakan motor oleh dua sekuriti.
Komisi III DPR: Polda ambil alih
Dalam RDP tersebut, Komisi III DPR RI mendesak Polda Metro Jaya untuk mengambil alih penanganan kasus kematian Kenzha Ezra Walewangko, yang sebelumnya ditangani Polres Jakarta Timur. Langkah itu dinilai penting guna memastikan proses hukum berjalan transparan, profesional, dan berkeadilan.
Desakan disampaikan Sari Yuliati Wakil Ketua Komisi III DPR RI dalam rapat dengar pendapat bersama jajaran kepolisian dari Polres Jakarta Timur, Polda Metro Jaya dan keluarga korban di ruang Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/25). Sari menegaskan, DPR menaruh perhatian serius terhadap kasus itu. (P-ht)