PRIORITAS, 8/7/25 (Jakarta): Pemerintah Indonesia tetap membuka opsi menambah impor energi dari Amerika Serikat (AS). Langkah ini diambil sebagai bagian dari negosiasi tarif balasan yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menawarkan peningkatan impor energi senilai USD 15 miliar. Tujuannya: menyeimbangkan neraca dagang antara kedua negara.
“Ini kan Menko Perekonomian masih mengupayakan. Kami tawarkan trade balance dari sisi energi sekitar 15 miliar dolar AS,” kata Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, Selasa (8/7/25).
Komoditas yang ditawarkan untuk diimpor meliputi minyak mentah dan LPG. Kementerian menegaskan bahwa impor LNG tidak masuk dalam pembahasan karena produksi domestik masih mencukupi.
Usulkan kerja sama investasi
Selain komoditas energi, Indonesia juga mengusulkan kerja sama investasi. Pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi potensi keterlibatan AS di sektor logam tanah jarang dan pertambangan mineral kritis.
“Ini kami sudah identifikasi, untuk logam tanah jarang dan mineral kritis, kami sampaikan ke Pak Airlangga untuk ditawarkan ke AS,” jelas Yuliot, seperti dikutip Beritaprioritas dari Antara.
Kementerian ESDM belum bisa memastikan apakah negosiasi akan membatalkan rencana penambahan impor energi. Pihaknya memilih menunggu hasil resmi dari pembicaraan tingkat tinggi.
Meski situasi masih berkembang, Dia menilai, penting untuk menyikapi tekanan tarif ini secara tenang dan strategis.
“Kita harus tenang menanggapi kondisi seperti ini,” ujar Yuliot.
Nego Indonesia ke AS
Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dijadwalkan bertolak ke AS pada hari ini. Kunjungan ini bertujuan memperkuat posisi Indonesia dalam dialog lanjutan dengan pemerintah AS.
Agenda utamanya adalah membahas tarif resiprokal 32 persen yang akan berlaku efektif mulai 1 Agustus 2025. Pemerintah berusaha menghindari dampak buruk bagi sektor ekspor Indonesia.
Tarif tersebut merupakan keputusan lanjutan dari Presiden Trump sejak pengumuman resminya pada April lalu. Meski negosiasi berlangsung, tarif tidak berubah hingga kini.
Presiden Trump bahkan mengancam akan menaikkan tarif jika Indonesia melakukan balasan. Trump menambahkan, nilai tambahan tarif bisa melebihi 32 persen.
Sebaliknya, Trump membuka kemungkinan pengecualian tarif. Ia menyarankan Indonesia membangun basis produksi langsung di wilayah Amerika Serikat agar mendapat pembebasan.
Beberapa negara ASEAN lain mengalami penyesuaian tarif lebih ringan. Thailand dan Kamboja mendapatkan penurunan dari tarif semula yang lebih tinggi.
Namun, Malaysia justru mengalami kenaikan satu persen dalam tarif impor yang kini mencapai 25 persen. Perbedaan kebijakan itu memperlihatkan pendekatan selektif AS terhadap masing-masing negara. (P-Khalied Malvino)