PRIORITAS,, 21/12/24 (Jakarta): Industri otomotif Jepang memang masih menguasai dunia. Tetapi secara perlahan, mereka mendapat tantangan serius dari China.
Kemungkinan besar, terkait hal itulah dua raksasa otomotif Jepang, Honda dan Nissan, dilaporkan sedang dalam pembicaraan untuk melakukan merger Rabu (18/12/24) lalu. Hal ini disebutkan untuk membantu mereka bersaing lebih baik dengan produsen kendaraan listrik China.
“Kami sedang membahas kemungkinan kerja sama antara Honda dan Nissan di masa mendatang, dalam berbagai bidang dan di berbagai area, dan kemungkinan tersebut termasuk laporan terbaru, tetapi belum ada yang diputuskan,” demikian juru bicara itu.
Sementara itu, hal serupa juga disampaikan pihak Nissan. Produsen yang bermarkas di Yokohama itu menyebut, masih banyak hal mungkin dapat dikolaborasikan dengan Honda.
“Isi laporan (terkait merger) tersebut bukanlah sesuatu yang telah diumumkan oleh kedua perusahaan. Seperti yang diumumkan pada bulan Maret tahun ini, Honda dan Nissan tengah menjajaki berbagai kemungkinan untuk kolaborasi di masa mendatang, dengan memanfaatkan kekuatan masing-masing,” ungkap Nissan.
“Jika ada pembaruan, kami akan memberi tahu para pemangku kepentingan kami pada waktu yang tepat.”
Ancaman China
Namun begitu, merger ini terjadi saat persoalan bisnis menimpa Nissan. Perusahaan itu mengumumkan pemutusan hubungan kerja kepada 9.000 orang bulan lalu dan memangkas perkiraan penjualan tahunannya.
Selain itu, industri otomotif Jepang terus tertekan oleh produsen China. Negeri Tirai Bambu menyalip Jepang sebagai eksportir kendaraan terbesar di dunia pada tahun 2023, dibantu oleh dominasinya dalam kendaraan listrik.
Seorang peneliti eksekutif di Itochu Research Institute di Tokyo, Sanshiro Fukao, memperingatkan, kecepatan inovasi produsen kendaraan listrik China membuat Honda dan Nissan ‘tidak punya waktu’ untuk menjalankan bisnis seperti biasa.
“Kita tidak lagi berada di era di mana produsen mobil akan bersatu, menghasilkan laba melalui skala ekonomi, lalu menginvestasikannya kembali dalam rencana restrukturisasi lima tahun, ungkapnya.
Selanjutnya, ekonom lain mencatat, penurunan tajam apa pun bagi industri otomotif Jepang akan sangat menyakitkan. Ini merupakan sektor terkuat di ekonomi terbesar keempat di dunia dan posisi Jepang di industri utama lainnya seperti elektronik konsumen dan chip telah berkurang selama bertahun-tahun.
“Bagi Jepang, yang terpenting adalah mobil. Jika industri otomotif tidak membaik, maka seluruh manufaktur Jepang tidak akan membaik,” ujar Takumi Tsunoda, ekonom senior di Shinkin Central Bank Research Institute.
Namun, meski menghadapi situasi persaingan ketat dari pabrikan China, sejumlah pihak berharap merger Honda-Nissan dapat membawa katalis yang baik bagi industri Jepang, utamanya terkait lapangan pekerjaan di tingkat lokal.
“Kami berharap pertimbangan akan diberikan pada lapangan kerja regional di Jepang,” kata Eikei Suzuki, seorang anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal. (P-jr)