31.8 C
Jakarta
Wednesday, April 16, 2025
spot_img

    Faksi-faksi Irak lucuti senjata karena takut serangan AS

    Terkait

    PRIORITAS, 9/4/25 (Baghdad): Faksi-faksi di Irak yang selama ini mendapat dukungan Iran, sepakat mulai melucuti senjata karena takut konfrontasi hebat dengan Amerika Serikat (AS). Presiden Donald Trump sudah mengeluarkan ancaman serangan udara terhadap kelompok yang terkait dengan Teheran.

    Faksi-faksi di Irak sudah melihat tindakan Trump terhadap pemberontak Houthi di Yaman, yang kini mengalami kehancuran akibat serangan pemboman bertubi-tubi pasukan AS.

    Media Timur Tengah Asharq Al-Awsat seperti seperti dikutip Beritaprioritas.com hari Rabu (9/4/25), menyebutkan kejadian ini adalah pertama kali dalam sejarah faksi-faksi kuat Irak meletakkan senjata, untuk menghindari risiko meningkatnya konflik dengan AS.

    Kantor berita Reuters melaporkan, mengutip sepuluh komandan senior dan pejabat Irak, terdapat empat faksi bersenjata utama setuju langkah menuju pelucutan senjata, yang bertujuan untuk meredakan ketegangan, menyusul peringatan pejabat AS kepada pemerintah Irak sejak Trump menjabat pada bulan Januari lalu.

    Pejabat AS sudah memberi tahu pemerintah Irak, jika sengaja mengabaikan kehadiran faksi bersenjata, dapat mendorong Washington untuk melancarkan serangan udara terhadap mereka.

    Izzat al-Shabandar, seorang politikus senior Syiah yang dekat dengan koalisi berkuasa di Irak, mengatakan pembicaraan antara Perdana Menteri Mohammed Shia al-Sudani dan para pemimpin faksi bersenjata, telah mencapai tahap lanjut, di tengah indikasi kelompok-kelompok ini bersedia mematuhi tuntutan AS untuk melucuti senjata.

    “Faksi-faksi tersebut tidak bertindak keras kepala atau bersikeras melanjutkan aksi mereka saat ini,” kata al-Shabandar. Kelompok-kelompok bersenjata ini sepenuhnya menyadari mereka bisa menjadi target potensial bagi Amerika Serikat.

    Poros Perlawanan

    Para pemimpin milisi yang menyatakan sepakat meletakkan senjata adalah anggota Kata’ib Hezbollah, Harakat al-Nujaba, Kata’ib Sayyid al-Shuhada, dan Ansar Allah al-Awfiya. Mereka berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas masalah tersebut.

    “Trump siap meningkatkan perang dengan kami ke tingkat yang lebih buruk. Kami tahu itu, dan kami ingin menghindari skenario yang mengerikan seperti itu”, ungkap seorang pemimpin Kata’ib Hezbollah, faksi Syiah di Irak yang paling kuat.

    Sumber-sumber mengatakan Garda Revolusi Iran memberi kebebasan bagi faksi-faksi tersebut, untuk membuat keputusan apa pun yang diperlukan dalam menghindari konflik mengerikan dari Washington atau Israel.

    Kelompok perlawanan Islam di Irak terdiri atas faksi-faksi Syiah dengan sekitar 50.000 pejuang. Mereka mendapat pasokan dana dan senjata dari Iran, termasuk pelatihan tempur, rudal jarak jauh serta sistem pertahanan udara.

    Koalisi tersebut merupakan pilar utama “Poros Perlawanan,” jaringan kelompok dan faksi yang didukung atau bersekutu dengan Iran di kawasan tersebut.

    Kelompok ini telah mengklaim bertanggung jawab atas sejumlah serangan rudal dan pesawat tak berawak ke Israel dan pasukan AS di Irak serta Suriah, sejak pecahnya perang Gaza hampir 18 bulan lalu.

    Ganti telepon

    Beberapa kelompok bersenjata Irak telah mengurangi kehadiran mereka di daerah-daerah utama seperti Mosul dan Anbar. Bahkan hampir sepenuhnya mengevakuasi markas utama mereka sejak pertengahan Januari, untuk mengantisipasi serangan udara AS.

    Banyak pemimpin bersenjata mengalami ketakutan yang luar biasa, sehingga mengambil langkah-langkah keamanan yang ketat, termasuk sering mengganti telepon seluler, mobil, dan tempat tinggal mereka, untuk menghindari pelacakan intelijen AS atau Israel dan menjadi sasaran tembak.

    Garda Revolusi Iran menolak mengomentari masalah tersebut. Kementerian Luar Negeri Iran dan Israel juga tidak menanggapi pertanyaan soal itu.

    Iran mulai terpuruk

    Poros Perlawanan yang dibangun Iran dengan biaya besar selama beberapa dekade, kini semakin melemah akibat serangan balik AS dan Israel.

    Iran mulai terpuruk akibat salah strategi yang dideritanya sejak andalannya militan Hamas di jalur Gaza, gagal meraih kemenangan terhadap Israel dan justru kehancuran.

    Akibatnya perang berikutnya malah menyebar ke Houthi di Yaman yang porak poranda dibombardir AS, serta wilayah lain di Timur Tengah seperti Hizbullah di Lebanon dan Suriah juga diserang Israel.

    Israel telah melemahkan Hamas di Jalur Gaza dan kelompok Hizbullah Lebanon dengan serangan udara, penembakan, dan operasi militer sejak dimulainya perang di Jalur Gaza.

    Penggulingan Bashar al-Assad di Suriah memperburuk penurunan pengaruh Iran di kawasan tersebut. Karena dia adalah salah satu sekutu utama Iran.

    Tersisa faksi-faksi di Irak yang belum secara intensif dihajar AS dan Israel. Beruntung pemerintah Irak berupaya menyeimbangkan aliansinya dengan Amerika Serikat dan Iran, sembari berhadapan dengan faksi-faksi yang ada di wilayahnya.

    Faksi-faksi bersenjata ini dibentuk di seluruh negeri dengan dukungan keuangan dan militer Iran, selama periode kacau setelah invasi AS tahun 2003 yang menggulingkan Saddam Hussein. Mereka menjadi kekuatan besar yang mampu menantang kemampuan tempur tentara pemerintah Irak.

    Pemerintah Irak menyadari jika tidak merespon ancaman AS, dampak berbahaya terjadi kepada negaranya.  “Kali ini, jika kita tidak merespons secara otomatis dan mandiri, hal itu mungkin akan dipaksakan kepada kita dari luar, dan tentu saja dengan kekerasan,” kata Ibrahim al-Sumaidaie, mantan penasihat politik PM al-Sudani. (P-Jeffry W)

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    - Advertisement -spot_img

    Terkini