PRIORITAS, 14/8/25 (Jakarta): Nilai perdagangan buah tropis dunia pada 2024 menembus rekor US$11,3 miliar atau sekitar Rp1,803 triliun. Angka ini naik 3,5 persen dibanding 2023, menurut laporan Badan Pangan Dunia (FAO) 2025.
FAO menyebut empat komoditas menjadi primadona pasar global: nanas, alpukat, kelompok mangga–manggis–jambu biji, dan pepaya.
Nanas memimpin volume perdagangan, alpukat merajai nilai ekspor, sementara kelompok mangga–manggis–jambu biji mencatat lonjakan harga dan permintaan. Pepaya meski kecil tetap konsisten di pasar niche.
Kelompok mangga–manggis–jambu biji mencetak ekspor 2,6 juta ton pada 2024, naik 6,7 persen dari tahun sebelumnya.
FAO menghitung tiga komoditas ini sebagai satu kelompok karena masuk kode HS sama dan perdagangannya saling tumpang tindih di negara produsen.
Lonjakan kinerja didorong suplai manggis Thailand dan ekspor mangga dari pemasok baru seperti Ekuador dan Mesir. Mangga menguasai 85 persen volume pengiriman global, manggis 15 persen, sementara guava tetap langka di pasar impor karena daya tahan terbatas.
Raja pasar dan pesaing baru
Thailand mempertahankan posisi teratas untuk ekspor manggis dunia dengan 410 ribu ton, naik 11,7 persen.
Sebanyak 60 persen masuk ke China yang rela membayar harga premium meski rata-rata harga turun 9,7 persen menjadi US$1.905 per ton. Thailand juga memasok manggis ke Vietnam dan mangga segar ke Malaysia dengan harga US$520–US$540 per ton.
Meksiko menjadi eksportir mangga terbesar dengan 440 ribu ton meski turun 7,7 persen akibat kekeringan dan pembatasan operasional. Sebanyak 90 persen pasokan masuk ke AS, di mana harga ekspor naik 20 persen menjadi US$1.471 per ton.
Ekuador melonjak 160 persen menjadi 70 ribu ton, hampir seluruhnya ke AS. Sebaliknya, Peru turun 9,8 persen menjadi 180 ribu ton karena masalah kualitas dan ongkos angkut tinggi.
Namun, harga ekspor Peru naik 28 persen menjadi US$1.695 per ton. Brazil juga mengalami penurunan serupa.
Alpukat dan nanas di puncak
Alpukat menjadi buah bernilai tertinggi dengan 2,9 juta ton atau 31 persen dari total volume buah tropis utama. Nilainya setara 56 persen perdagangan global berkat harga rata-rata US$2.789 per ton.
Meksiko memimpin produksi 2,5 juta ton per tahun, disusul Kolombia 1,1 juta ton dan Peru 0,9 juta ton. Varian Hass, jaringan logistik efisien, dan penetrasi ke pasar premium mendorong dominasi mereka.
Nanas tetap jadi favorit volume dengan Indonesia berada di posisi produsen terbesar keempat dunia, 1,8 juta ton, terutama dari Lampung dan Jawa Barat.
Indonesia: Raksasa produksi, mini ekspor
Indonesia memproduksi 0,7 juta ton alpukat, 3,3 juta ton mangga, dan 3,1 juta ton guava per tahun. Angka ini menempatkan RI di jajaran produsen terbesar dunia, bahkan teratas untuk guava. Namun, kontribusi ekspor minim karena orientasi pasar masih domestik.
Mayoritas hasil panen terserap dalam negeri dengan harga stabil sehingga insentif untuk menembus pasar premium rendah. Kendala utama mencakup standar kualitas, keseragaman ukuran, kematangan, dan penanganan pascapanen.
Rantai pasok ekspor juga menghadapi biaya logistik tinggi dan infrastruktur belum terintegrasi.
Thailand, Meksiko, dan Peru sudah membangun ekosistem ekspor dari petani hingga distribusi global. Indonesia perlu memperkuat standardisasi, logistik, dan diversifikasi produk olahan untuk meningkatkan nilai tambah.
Tanpa perbaikan, RI akan terus menjadi produsen besar yang tertinggal di perdagangan dunia. Potensi pasar terbuka mulai dari jus premium, camilan sehat, hingga ekstrak herbal daun guava. (P-Khalied M)