Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji saat kunjungan kerja ke Batam. (dok. BKKBN)PRIORITAS, 25/10/2025 (Batam): Di balik gemerlap kota industri dan hiruk-pikuk Batam sebagai magnet ekonomi, ada sisi lain kehidupan rumah tangga yang kian rapuh. Data Pengadilan Agama (PA) Batam mencatat, sepanjang tahun 2024 terdapat lebih dari 2.000 kasus perceraian, dan hingga pertengahan 2025, angka itu sudah menembus 690 perkara.
Yang mencengangkan, mayoritas gugatan datang dari pihak istri — menandakan bahwa banyak perempuan memilih berpisah karena tak lagi sanggup mempertahankan rumah tangga yang kehilangan arah.
Menurut catatan PA Batam, faktor ekonomi menjadi pemicu utama. Di tengah biaya hidup yang terus naik dan tekanan pekerjaan di sektor industri, banyak suami gagal memenuhi kewajiban nafkah, baik lahir maupun batin. Selain itu, perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) turut memperkeruh situasi.
Pasangan dengan usia pernikahan 3–10 tahun menjadi kelompok paling rentan, sementara usia 25–40 tahun mendominasi perkara di meja hijau.
Fenomena ini menjadi perhatian serius Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, yang hadir langsung di Batam untuk meresmikan Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Kepulauan Riau, Jumat (24/10/2025).
“Apapun peristiwanya harus dicek sebabnya, termasuk di Kepri ini. Kalau sudah tahu akar masalahnya, nanti akan ada yang menangani,” ujar Wihaji.
Ia menegaskan, BKKBN melalui program Bina Ketahanan Keluarga berupaya memperkuat fondasi rumah tangga dengan pendampingan, edukasi, dan layanan konsultasi. Di kantor perwakilan baru itu, masyarakat kini dapat memperoleh konseling keluarga untuk mencari solusi sebelum perceraian terjadi.
“Kalau ada masalah, jangan langsung putuskan berpisah. Bisa dikomunikasikan dan dikonsultasikan. Harapannya, setiap masalah keluarga bisa diselesaikan dengan baik,” tambahnya.
Batam dengan ritme hidup cepat dan beban ekonomi tinggi membuat banyak pasangan muda terjebak dalam konflik. Mobilitas tinggi, perbedaan jam kerja, hingga minimnya komunikasi emosional menjadi bom waktu yang bisa memicu pertengkaran.
“Banyak pasangan belum siap menghadapi tekanan hidup di kota besar. Ekonomi jadi alasan utama, tapi sebenarnya komunikasi yang renggang justru memperparah keadaan,” jelas Wihaji.
Dengan diresmikannya Kantor Perwakilan BKKBN Kepri, Wihaji berharap ada ruang aman bagi pasangan untuk berdiskusi dan mencari solusi. Ia menekankan bahwa membangun ketahanan keluarga berarti membangun bangsa.
“Ketahanan keluarga yang kuat adalah fondasi pembangunan bangsa,” tegasnya.
Di tengah geliat industri Batam, kisah-kisah perceraian yang didominasi oleh istri ini menjadi cermin bahwa pembangunan tak hanya soal ekonomi, tapi juga harmoni. Sebab, keluarga yang kokoh adalah pondasi pertama dari kota yang sejahtera. (P-Jeff K)
No Comments