PRIORITAS, 7/1/25 (Jakarta): Teuku Riefky, Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), mengingatkan pemerintah untuk fokus pada penciptaan lebih banyak lapangan kerja guna meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini penting untuk mengatasi tantangan ekonomi saat ini, di mana daya beli masyarakat masih tertekan, sementara suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) tetap tinggi.
Menurut Teuku Riefky, meskipun pemulihan ekonomi pasca-pandemi terus berlanjut, daya beli masyarakat Indonesia masih menunjukkan angka yang rendah. Hal ini diperburuk oleh keputusan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan pada tingkat yang relatif tinggi. BI rate yang tinggi berpotensi membebani masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah, karena mempengaruhi biaya kredit, harga barang, dan pengeluaran rumah tangga.
“Di tengah tingkat inflasi yang relatif tinggi dan suku bunga acuan yang masih tinggi, daya beli masyarakat sangat tertekan. Hal ini bisa berdampak negatif pada konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Teuku Riefky dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (7/1/25).
Ia menuturkan bahwa upaya tersebut dapat meningkatkan penerimaan upah, sehingga mengembalikan daya beli masyarakat. “Untuk memitigasi dari kondisi tersebut tentu pemerintah perlu meningkatkan produktivitas dan penciptaan lapangan kerja,” kata Teuku Riefky.
Daya beli masyarakat yang lemah, BI rate yang tinggi, serta harga komoditas pangan yang relatif rendah, lanjutnya, menyebabkan inflasi pada 2024 menjadi inflasi tahunan terendah yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Kombinasi hal-hal tersebut terhadap perekonomian Indonesia ke depan sebetulnya tidak terlalu baik ya karena ini akan mempengaruhi ke pertumbuhan ekonomi,” ujar Riefky dikutip Antara.
Meskipun dapat menekan konsumsi masyarakat, ia menyatakan bahwa keputusan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga di level 6 persen merupakan hal yang diperlukan.
Hal tersebut karena Bank Indonesia memiliki mandat untuk menjaga tingkat harga dan stabilitas nilai tukar rupiah. “Nah, saat ini rupiah sedang sangat tertekan, jadi memang fokus BI adalah menjaga stabilitas rupiah yang lebih penting saat ini,” imbuhnya.
BPS mencatat kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) Desember 2024 sebesar 0,44 persen month-to-month (mtm), sehingga secara tahunan inflasi IHK 2024 menjadi 1,57 persen year-on-year (yoy). Angka tersebut masih dalam kisaran target pemerintah 2,5 persen plus minus 1 persen.
Inflasi tahunan Desember 2024 terutama didorong oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau yang mencatat inflasi sebesar 1,9 persen dan memberikan andil 0,55 persen terhadap inflasi umum.
Dalam kelompok ini, komoditas utama yang menyumbang inflasi adalah sigaret kretek mesin dengan andil 0,13 persen, dan minyak goreng dengan andil 0,11 persen. Komoditas lain yang turut berkontribusi adalah beras, kopi bubuk, bawang merah, ikan segar, daging ayam ras, dan bawang putih.(P-bwl)