PRIORITAS, 1/6/25 (Seoul, Korea Selatan): Dua hari menjelang Pemilihan Presiden Korea Selatan (Pilpres Korsel), tiga kandidat utama tancap gas menembus benteng politik lawan demi menggaet suara pemilih.
Mantan Gubernur Gyeonggi yang kini calon terkuat dari Partai Demokrat Korea, Lee Jae-myung, kembali menyambangi daerah konservatif seperti Daegu dan Gyeongsang pada Minggu (1/6/25). Ini terjadi sehari setelah eks presiden Park Geun-hye muncul mendukung kandidat Partai Kekuatan Rakyat (PPP), Kim Moon-soo.
“Jika diberi kesempatan, saya tidak akan menjadi ‘Presiden setengah-setengah’ yang hanya berpihak pada satu sisi dan menindas sisi lain,” ucapnya dalam kampanye pagi di Andong, kota kelahirannya sekaligus ibu kota Gyeongsang Utara, dikutip dari The Korea Herald.
Lee bergerak cepat menuju Daegu siang hari dan menyebut Pilpres ini sebagai momen penghakiman terhadap kekuatan pemberontak dalam politik Korea Selatan.
“Pemilu kali ini adalah penilaian terhadap kekuatan insurgen (pemberontak, red.),” tegasnya, menyindir gagal kudeta darurat Desember 2023 oleh Presiden Yoon Suk Yeol dan faksi PPP yang mendukungnya.
Kunjungan selanjutnya berlangsung di Ulsan, sebelum ia dijadwalkan mengakhiri kampanye harian di Busan. Menurut staf kampanye, destinasi pamungkasnya pada 2 Juni ialah Yeouido, episentrum politik dan keuangan Seoul.
Lee juga memperluas janjinya untuk menggairahkan ekonomi lokal wilayah selatan-timur. Ia menjanjikan pendirian bank investasi negara. “Saya akan mendirikan Bank Investasi Selatan-Timur demi mengembalikan daya saing wilayah Busan, Ulsan, dan Gyeongsang Selatan,” tulisnya dalam unggahan media sosialnya.
Sentil isu hukum dan krisis demokrasi
Di sisi lain, Kim Moon-soo, mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Korea Selatan sekaligus tokoh konservatif PPP, berkampanye di wilayah Seoul Raya, termasuk Provinsi Gyeonggi — tempat ia pernah menjabat gubernur selama delapan tahun.
“Cuma suara Anda yang bisa meluruskan Korea Selatan dan menciptakan demokrasi yang adil,” katanya dalam orasi kampanye di Suwon. Ia tak ragu menyindir keras Lee yang juga pernah menjabat Gubernur Gyeonggi, sembari mengangkat isu hukum yang menjerat lawannya.
“Kalau seseorang yang seharusnya masuk penjara terpilih jadi presiden, negara ini akan jadi sarang kejahatan,” tegas Kim di hadapan massa pendukung.
Terkait percobaan darurat militer Desember 2024, Kim menyatakan penyesalan partainya atas tindakan Presiden Yoon. Ia mengakui hal tersebut memicu beban berat bagi negara. “Kami merenungkannya dalam-dalam,” ujarnya sambil mengkritik bayang-bayang rezim otoriter di bawah Lee.
Pada sore hari, Kim tampil di dekat pusat perbelanjaan Coex di distrik Gangnam. Ia menyatakan, bahaya terbesar saat ini bukan lagi kudeta, tetapi potensi munculnya diktator. “Demokrasi Korea Selatan sedang dalam krisis,” seru Kim dengan nada tajam.
“Kudeta memang masalah, tapi lebih besar lagi masalah jika negara ini menuju kediktatoran monster,” tambahnya lagi.
Survei Realmeter yang dirilis Rabu (28/5/25), menunjukkan Lee unggul 49,2 persen, sementara Kim hanya mengantongi 36,8 persen. Sedangkan, kandidat dari Partai Reformasi Baru, Lee Jun-seok, menempati posisi ketiga dengan 10,3 persen. Survei melibatkan 1.003 responden berusia 18 tahun ke atas.
Sementara itu, Lee Jun-seok berkampanye di Taman Danau Dongtan, Hwaseong. Ia menyasar pemilih usia 30–40 tahun yang mendominasi daerah tersebut. “Saya akan mendengarkan langsung suara generasi ini, karena masa depan negeri ini ada di tangan mereka,” katanya kepada warga.
Ia direncanakan menggelar kampanye malam di Stasiun Seoul, sebagai bagian akhir tur kampanyenya sebelum hari pemungutan suara. (P-Khalied Malvino)