PRIPORITAS, 8/6/24 (Jakarta): Wacana presiden dipilih kembali oleh MPR tengah mencuat. Sejumlah kalangan pun memberikan pertimbangan baik buruknya kembali ke konstitusi penunjukan presiden oleh MPR lewat amendemen UUD 1945.
Wacana presiden dipilih lagi oleh MPR menyeruak usai Ketua MPR periode 1999-2004, Amien Rais, mengunjungi pimpinan MPR pada Rabu (5/6). Amien mengaku tidak keberatan jika presiden dipilih kembali oleh MPR. Dalam salah satu poinnya, Amien menjelaskan pemilihan langsung menciptakan politik uang yang masif. Pukat UGM menilai argumen Amien Rais itu tidak tepat.
Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, tegas dengan mengatakan jika demokrasi ingin berkualitas, maka sistem demokrasinya jangan mundur. “Kalau Indonesia mau jaga sistem demokrasi berkualitas, jangan mundur,” kata Hadar yang juga sebagai Direktur Eksekutif Netgrit, saat dihubungi, Jumat (7/6/24).
Hadar tidak sepakat dengan wacana dikembalikannya lagi MPR sebagai lembaga tertinggi di atas presiden. Menurutnya, yang lebih efektif adalah adanya pengawasan dengan lembaga yang setara, seperti DPR maupun rakyat.
Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Ahmad Dasco sedikit netral dengan menyebut, bahwa wacana itu kurang tepat untuk dibicarakan pada saat ini. Sebab, kata Wakil Ketua DPR itu, saat ini sedang berjalan banyak agenda politik, seperti pelaksanaan Pilkada serentak dan menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. Dengan begitu, dia meminta berbagai pihak tidak memperdebatkan wacana tersebut.
Namun bagi politikus Budiman Sudjatmiko menganggap pemikiran itu tidak tepat dan dapat melukai perasaan rakyat Indonesia yang baru saja menunaikan kewajibannya di Pilpres 2024. Pernyataan itu sangat tidak tepat karena kita kan baru saja menyelenggarakan pemilihan presiden secara damai, meneruskan tradisi demokrasi, pemilihan satu orang satu suara, sehingga menurut saya salah satu transisi politik yang sangat damai di era reformasi.
Jadi pernyataan untuk mengembalikan penunjukan presiden oleh MPR lewat amendemen UUD 1945, justru dapat mencederai dan melukai perasaan orang Indonesia yang baru saja menyelenggarakan atau menunaikan hak demokratisnya untuk memilih presiden baru.
Sependapat, Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM menilai wacana itu menjadi langkah mundur dalam demokrasi Indonesia jika terealisasi.
“Wacana ini mundur ke belakang kalau demokrasi langsung yang merupakan buah dari reformasi akan diwacanakan dikembalikan menjadi wacana tidak langsung melalui pemilihan presiden dipilih MPR. Ini adalah suatu kemunduran,” kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman saat dihubungi, Jumat(7/6/24).
“Menurut saya politik uang melalui MPR akan gila-gilaan. Politik uangnya akan sangat transaksional karena jumlah anggota MPR tidak terlalu banyak jumlahnya sehingga justru lebih mudah untuk disuap,” kata Zaenur.
Zaenur mengatakan dalam banyak studi diketahui politik uang dalam kontestasi pemilihan presiden tidak masif. Praktik itu acap kali ditemukan dalam pilkada hingga pileg.
“Justru kalau nanti dikembalikan ke pemilihan oleh MPR RI itu justru risiko korupsinya jadi semakin tinggi. Kalau pemilihan presiden secara langsung itu lebih menjamin demokrasi karena suara rakyat bisa disalurkan tanpa perantara,” ujar Zaenur.
Menurut Zaenur, perbaikan dalam mengatasi politik uang dalam pemilu tidak semestinya dilakukan dengan mengembalikan pemilihan presiden oleh MPR. Dia menilai hal itu justru hanya menjadi kemunduran dalam berdemokrasi.
“Saya tidak menafikan politik uang tapi solusinya bukan dengan pemilihan secara tidak langsung. Solusinya adakah dengan memperbaiki pendanaan politik khususnya pendanaan partai dan kedua penegakan hukum secara tegas konsisten dan adil,” tutur Zaenur.
Presiden Dipilih MPR
Untuk diketahui, wacana presiden dipilih kembali oleh MPR muncul saat Amien Rais bertemu pimpinan MPR. Amien awalnya mengatakan kunjungan itu turut membahas terkait amandemen UUD 1945.
“Saya menyampaikan kalau mau dikasihkan apa, diberi amandemen silakan, sesuai kebutuhan zaman,” kata Amien Rais usai bertemu pimpinan MPR di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/6).
Amien mengaku tidak keberatan jika Presiden kembali dipilih oleh MPR. Menurutnya, MPR akan memiliki banyak pertimbangan ketika memilih Presiden. “Jadi sekarang kalau mau (Presiden) dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak? MPR kan orangnya berpikir, punya pertimbangan,” ujarnya.
Amien mengaku sempat berpikir naif lantaran mengubah aturan pemilu, sehingga Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Saat itu, dia mengira konsep pemilu langsung akan jauh dari praktek politik uang. “Dulu kita mengatakan kalau dipilih langsung, one man one vote mana mungkin ada orang mau menyogok 127 juta pemilih, mana mungkin, perlu ratusan triliun, ternyata mungkin,” ucap dia.
Dalam kesempatan sama, Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mengatakan jika partai politik telah sepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945. Bamsoet memastikan pihaknya siap untuk melakukan amandemen.
“Kita ingin menegaskan kalau seluruh parpol setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan daripada UUD 1945 yang ada, termasuk penataan kembali sistem politik dan sistem demokrasi kita,” ujarnya. (P-DTK/wl)