Debat pertama calon presiden AS antara kandidat Demokrat, Kamala Harris dan kandidat Republik, Donald Trump. Debat pada Selasa (10/9/24) malam waktu setempat (Rabu, 11/9/24 WIB) ialah ajang debat pertama mereka dalam Pilpres AS 2024. Debat tersebut ditonton sekitar 67 juta penonton, kata layanan pemeringkat televisi Nielsen, jauh lebih tinggi dibandingkan 51,3 juta penonton yang menonton Trump dan Presiden Joe Biden pada Juni lalu. (ANTARA/Anadolu/PY)
PRIORITAS, 12/9/24 (Washington): Pakar kepada Sputnik menyebutkan, ketidaktenangan yang ditunjukkan calon presiden dari Partai Republik Amerika Serikat, Donald Trump, berpotensi memberi keunggulan pada saingannya dari Partai Demokrat AS, Kamala Harris.
Bahkan, Direktur Independent Institute Center on Peace and Liberty, Ivan Eland meyakini Harris mengalahkan Trump dalam gaya berdebat dan penguasaan isu-isu kebijakan.
Disebutnya, kinerja Harris, mungkin cukup baik untuk mendapatkan dukungan yang dia butuhkan untuk memenangkan Pilpres AS.
“Lebih dari seperempat pemilih mengatakan bahwa mereka perlu mengetahui lebih banyak tentang Harris. Dalam hal ini, saya pikir Harris mungkin akan memperoleh cukup suara untuk menang,” kata Eland.
Kegagalan Trump mengendalikan emosi
Sementara itu, Redaktur Pelaksana Majalah Covert Action dan komentator politik, Jeremy Kuzmarov berpendapat, kegagalan Trump mengendalikan emosinya mungkin akan membuat dia kalah dalam debat Pilpres di mata sebagian pemilih yang belum menentukan pilihannya.
“Dalam penilaian saya, Harris mungkin yang paling diuntungkan karena Trump terkadang tampak marah dan melontarkan klaim menggelikan seperti bahwa imigran memakan anjing di Springfield Ohio,” katanya.
Selain itu, Trump juga dinilai berlebihan dalam mengulas tema imigrasi ilegal, serta secara keliru mengklaim Harris ialah seorang Marxis, menurut pandangan Kuzmarov.
Harris unggul dalam sejumlah hal
Sedangkan Sejarawan konstitusi AS, Dan Lazare berpendapat debat tersebut berakhir seri, namun Lazare mengakui Harris unggul dalam sejumlah hal dengan segera membalas tuduhan Trump.
“Pada akhirnya, dia (Harris) bersemangat, menggelengkan kepalanya mendengar berbagai pernyataan Trump, membalas dengan kekuatan penuh, dan mencetak lebih banyak poin,” kata Lazare.
Namun Harris, pada bagiannya, memang mengungkap beberapa kelemahannya, termasuk sikapnya yang lebih pro-perang, kebijakan yang mirip dengan Biden, dan rendahnya ketersediaan energi, kata para pakar.
Lalu Lazare mengatakan, Trump berhasil menyerang Harris terkait hubungan sang Wapres dengan Biden, ketidakmampuannya untuk menyelesaikan sesuatu, dan “janji-janji yang lemah lembut untuk memperbaiki keadaan tanpa memberikan bukti mengenai kemampuannya (Harris) untuk membalikkan keadaan.”
Sementara Kuzmarov mengatakan, Harris dengan menyesal mengungkapkan sisi kecenderungan pro-perangnya, dengan mendukung semua kebijakan perang pemerintahan Biden saat ini.
“Harris secara mengejutkan menunjukkan pandangan yang sangat pro-perang terhadap Rusia dan Ukraina, sementara Trump adalah orang yang bijaksana dalam memperingatkan bahaya perang nuklir dan menyerukan solusi negosiasi untuk mengakhiri pertumpahan darah,” kata Kuzmarov.
“Trump juga meningkatkan kesadaran mengenai banyaknya korban jiwa dalam konflik tersebut, sedangkan Harris menunjukkan pengabaian yang tidak berempati”, kata Kuzmarov.
Sedangkan analis keuangan dan komentator politik yang berbasis di Eropa, Alex Krainer, menilai sikap Harris penuh percaya diri namun tidak autentik.
Dikatakan, debat tersebut mengungkapkan, kedua peserta merupakan pemimpin nasional yang kapabilitasnya sangat terbatas dan berpotensi menimbulkan kekhawatiran, saran Krainer.
Diketahui, debat antara Trump dan Harris pada Selasa (10/9) malam merupakan ajang debat pertama mereka dalam Pilpres AS 2024.
Dilaporkan, debat tersebut ditonton sekitar 67 juta penonton, kata layanan pemeringkat televisi Nielsen, jauh lebih tinggi dibandingkan 51,3 juta penonton yang menonton Trump dan Presiden Joe Biden pada Juni lalu. Demikian dikutip Antara dari Sputnik-OANA. (P-jr)