PRIORITAS, 24/7/25 (Jakarta): Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat (AS) menyepakati kerja sama dagang yang memungkinkan transfer data pribadi warga negara Indonesia ke AS.
Dokumen resmi dari Gedung Putih mengungkap klausul itu telah disetujui. Namun, sejumlah pejabat Indonesia belum menyampaikan penjelasan rinci ke publik.
Kesepakatan tersebut menyebutkan Indonesia akan memberikan kepastian hukum atas pemindahan data ke AS.
Pemerintah Indonesia juga dianggap akan mengakui AS sebagai yurisdiksi yang memiliki perlindungan data memadai. Pernyataan ini tertuang dalam dokumen resmi yang dirilis Gedung Putih pada Rabu (23/7/25).
Belum ada kejelasan
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, mengaku belum mengetahui detail teknis pemindahan data tersebut.
“Kami koordinasi dulu ya dengan Menko Perekonomian, kami ada undangan dari Menko Perekonomian untuk berkoordinasi,” kata Meutya Hafid di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, dikutip Beritaprioritas, Kamis (24/7/25)
Meutya menyampaikan pernyataan ini saat ditanya soal kejelasan mekanisme pengawasan data yang disepakati dalam kerja sama. Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari kementerian terkait perlindungan data.
Presiden Prabowo Subianto pun memberikan jawaban singkat saat ditanya soal kemungkinan AS mengelola data warga Indonesia.
“Ya, nanti itu sedang, negosiasi jalan terus,” ujar Prabowo usai menghadiri Harlah ke-27 PKB di Jakarta, Rabu (23/7/25).
Pernyataan itu mengindikasikan negosiasi masih berlangsung. Padahal, dokumen perjanjian bilateral telah dipublikasikan secara resmi oleh pemerintah AS.
Beberkan poin krusial
Dalam situs resmi Gedung Putih, tercantum naskah perjanjian kerja sama kedua negara. Pada bagian perlindungan data, Indonesia disebut akan memberikan pengakuan hukum kepada AS sebagai negara yang memenuhi standar perlindungan data pribadi sesuai hukum nasional.
Kesepakatan ini membuka kemungkinan pengelolaan data pribadi warga Indonesia oleh pihak asing. Belum ada penjelasan dari pemerintah tentang siapa yang akan bertanggung jawab atas pengawasan pemindahan data tersebut.
Hingga kini, pemerintah belum menyampaikan kerangka teknis yang mengatur transfer data antarnegara. Padahal, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan pada 2022 mewajibkan proses ketat untuk pemindahan data lintas yurisdiksi.
Pengakuan terhadap AS sebagai negara dengan perlindungan data memadai bisa membuka celah hukum. Jika tidak diawasi dengan ketat, data warga Indonesia berisiko disalahgunakan oleh entitas asing. (P-Khalied Malvino)