31.4 C
Jakarta
Saturday, July 12, 2025

    Bulog Sulteng bungkam rakyat menjerit akibat harga beras capai Rp16.000/kg, begini kata pengamat

    Terkait

    PRIORITAS, 12/7/25 (Palu): Dalam beberapa hari terakhir, harga beras di Sulawesi Tengah (Sulteng) melonjak tajam hingga mencapai Rp16.000 perkilogram, membuat warga menjerit. Ironisnya, kualitas beras yang beredar juga memburuk, pecah, kusam, dan cepat basi. Lebih parah lagi, Perum Bulog Sulteng dinilai tertutup karena tidak memberi kejelasan kepada publik. Sementara itu, pengawasan pemerintah provinsi pun terlihat minim.

    Pantauan di beberapa pasar tradisional seperti Pasar Masomba dan Pasar Inpres Manonda Palu, serta pasar di Donggala, Sigi, Parigi Moutong, dan Morowali menunjukkan harga beras medium kini melonjak ke Rp14.000 – Rp16.000 perkilogram (kg). Kenaikan tersebut terbilang tinggi karena pada bulan lalu masih berada kisaran Rp 13.500 perkg.

    Terkait hal itu, pengamat ekonomi bisnis Univetsitas Tadulako (Untad) Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Prof Moh Ahlis Djirimu Ph.D, mengatakan melonjaknya harga pangan beras di sejumlah daerah termasuk di Sulteng tak terlepas dari sisi supply and demandĀ (penawaran dan permintaan).

    Prof. Moh Ahlis Djirimu, Ph.D. (Ist.)

    “Kita dapat mengkajinya dari sisi supply and demandĀ (penawaran dan permintaan). Pada sisi supplyĀ Ā periode 2023-2024, hasil riset tematik Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Sulteng menunjukkan bahwa luas panen beras Sulteng menurun dari 177.699 hektare pada 2023 menjadi 171.786 hektare pada 2024 atau turun 3,33 persen,ā€ kata Prof Moh Ahlis Djirimu kepada Beritaprioritas Sabtu (12/7/25) lewat pesan WhatsApp.

    Dijelaskan, produksi beras dalam satuan Gabah Kering Giling (GKG) menurun dari 871.367 ton GKG pada 2023 menjadi 759.838 ton GKG atau menurun 12,80%. Ini mengakibatkan produksi beras menurun dari 484.835 ton pada 2023 menjadi 448.517 ton pada 2024 atau menurun sebesar 7,49% . Produktivitasnya menurun pula dari 4,62 poin ke 4,42 poin.

    Luas produksi turun

    Prof Ahlis menuturkan, tujuh daerah yang luas produksi padinya dalam ton/GKG turun adalah adalah Banggai, Donggala, Tolitoli, Buol, Sigi, dan Morut. Sedangkan enam daerah yang produksi berasnya turun adalah Banggai, Poso, Donggala, Buol, Sigi, Morut, dan delapan daerah yang produktivitasnya menurun adalah Bangkep, Banggai, Poso, Donggala, Parigi Moutong, Touna, Sigi, Morut.

    ” Kenyataan ini merupakan Ā ā€˜supply creates its own demand’ atau permintaan menciptakan permintaannya sendiri. Pada sisi hulu, setiap daerah punya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) baik RPJPD maupun KLHS RPJMD,” ujar Ahlis Djirimu.

    Menurut Guru Besar Ekonomi Bisnis Untad itu, saat ini tanah di Sulteng mencapai 854,59 ribu hektare dari 6,13 juta hektare atau 13,95% tak mampu lagi menyediakan air atau telah terlampaui. Lebih parah lagi adalah kemampuan tanah Sulteng menyediakan pangan telah Ā terlampaui 2.59 juta hektare atau 42,32 persen.

    ā€œArtinya lima tahun yang akan datang, kita akan menghadapi krisis pangan mengikuti timeline krisis pangan dunia sejak 2010,ā€ ujarnya.

    Pada sisi permintaan, sepatutnya di awal 2025 dapat diantisipasi karena siklus hari raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Tahun Baru, dan lain-lain. Solusinya adalah dalam jangka pendek kalender tanam (Katam) wajib seragam. Jika tidak, maka stok beras di Bulog sebagai buffer stock (penyangga)Ā akan tidak pasti, sehingga akan timbulkan ketidakpastian cadangan dan timbulkan fluktuasi harga,ā€ tambahnya.

    Terjadi alih fungsi lahan secara masif di provinsi Sulawesi Tengah, seperti di Kabupaten Sigi yang belakangan ini area sawah menjadi perumahan. (Ist.)

    Perlu ada lembaga pangan

    Jadi, menurutnya, sistem informasi Manajemen Perberasan mesti pasti. ā€œDalam jangka menengah mesti dilakukan diversifikasi pangan: jagung, sagu, ubi banggai, shorgum, dan menjaga ketersediaan pangan pada empat wilayah kepulauan strategis: Balut, Bangkep, Togian, Menui-Salabangka,ā€ kata Pro Ahlis Djirimu lagi.

    Ia berpendapat, dalam jangka panjang, perlu ada kelembagaan pangan atau BUMD Pangan dan BUMD Agromaritim, yang dipayungi Perda Penyanggah Harga. Ia memberi contoh seperti best practice Perda Penyanggah harga Jagung di Buol, serta mentransformasi KEK Palu menjadi KEK Pangan dengan menyelesaikan status tanahnya.

    ā€œLast but not least, di masa Gubernur Longki Djanggola, telah ada SK Lahan Pertanian Pangan Berkekanjutan (LPLB) yang tak perlu ada biaya landclearing dan hasil hutannya entah kemana dijual seperti KPN Talaga. LPLB ini yang dioptimalkan dengan menyelesaikan irigasi primer kewenangan Pemerintah Pusat di Tolitoli,ā€ ungkap Ahlis. (P-Elkana Lengkong)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini