PRIORITAS, 11/10/25 (Oslo): Maria Corina Machado, pemimpin oposisi Venezuela, memenangkan Penghargaan Nobel Perdamaian pada Jumat (10/10/25) atas upayanya mempromosikan hak-hak demokratis dan melawan kediktatoran.
Adapun Machado dianugerahi Nobel meski Presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa kali menyatakan bahwa dialah yang seharusnya menerima penghargaan tersebut.
Saat ini Machado, yang berusia 58 tahun hidup dalam persembunyian, pada 2024 dilarang oleh pengadilan Venezuela untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan menantang Presiden Nicolas Maduro, yang telah berkuasa sejak 2013.
Jorgen Watne Frydnes, Ketua Komite Nobel Norwegia menyebut Machado sebagai “juara perdamaian” yang berjuang untuk melonggarkan “cengkeraman kekuasaan yang kaku” dari pemerintah Venezuela.
“Selama setahun terakhir, Machado terpaksa hidup dalam persembunyian. Meski menghadapi ancaman serius terhadap nyawanya, ia tetap memilih untuk berada di negaranya, sebuah keputusan yang menginspirasi jutaan orang,” kata Frydnes seperti dilansir dari detik.com.
“Ketika otoritarian berkuasa, sangat penting untuk mengakui para pembela kebebasan yang berani, yang bangkit dan melawan,” jelasnya.
Maria Corina Machado memiliki latar belakang sebagai insinyur industri. Pada 1992, ia mendirikan Yayasan Atenea untuk membantu anak-anak jalanan di Caracas. Sepuluh tahun kemudian, ia ikut mendirikan Sumate, sebuah organisasi yang mempromosikan pemilihan umum yang bebas dan adil serta melakukan pelatihan dan pemantauan pemilu.
Selanjutnya pada 2010, Machado meraih jumlah suara terbanyak dan terpilih ke Majelis Nasional, namun rezim mengusirnya dari jabatannya pada 2014. Ia memimpin partai oposisi Vente Venezuela dan pada 2017 membantu mendirikan aliansi Soy Venezuela, yang menyatukan kekuatan pro-demokrasi lintas partai di negara itu.
Kemudian pada 2023, Machado mengumumkan pencalonannya sebagai presiden dalam pemilihan 2024, namun pengadilan Venezuela memblokirnya untuk mencalonkan diri dan menantang Presiden Maduro. Edmundo Gonzalez, yang sebelumnya tidak pernah mencalonkan diri, menggantikan posisinya.
Komite nobel
Adapun Komite Nobel mengambil keputusan akhirnya sebelum pengumuman gencatan senjata dan kesepakatan sandera dalam fase pertama inisiatif Trump untuk mengakhiri perang di Gaza.
Sejumlah ahli menilai peluang Trump untuk memenangkan Nobel sangat kecil, karena kebijakannya dianggap meruntuhkan tatanan dunia internasional yang dijunjung tinggi oleh komite Nobel.
Sesaat sebelum pengumuman Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini, sorotan utama jatuh pada pernyataan publik Trump yang berulang kali mengklaim bahwa dialah yang pantas menerima penghargaan tersebut. Trump juga dikenal sebagai kritikus keras Presiden Maduro.
“Saya pikir hal utama yang bisa diambil adalah bahwa komite kembali menunjukkan independensinya, bahwa mereka tidak akan dipengaruhi oleh opini publik atau pemimpin politik dalam memberikan penghargaan,” ucap Halvard Leira, direktur riset di Norwegian Institute of International Affairs.
“Trump akan menafsirkannya sesuai keinginannya, tetapi penghargaan ini diberikan untuk suatu tujuan yang selama ini sangat didukung oleh Amerika Serikat. Oposisi demokratis Venezuela adalah sesuatu yang ingin didukung oleh AS. Jadi, dalam hal ini, sulit bagi siapa pun untuk menganggapnya sebagai penghinaan terhadap Trump,” katanya. (P-*r/am)
No Comments