PRIORITAS, 18/1/25 (Batam): Hampir dua tahun lamanya polemik terkait pengelolaan Rumah Sakit Badan Pengusahaan (RSBP) Batam terus bergulir. Rencana kerja sama operasional (KSO) antara BP Batam dan Mayapada yang telah dirancang sebelumnya kini dikabarkan batal disepakati dalam rapat terbatas di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian.
Namun, kabar tersebut belum sepenuhnya terkonfirmasi. Hingga berita ini ditulis, Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang dikirimkan melalui WhatsApp.
Hal serupa terjadi pada Kepala Biro Humas BP Batam, Ariastuty Sirait, yang juga belum memberikan respons meski telah dihubungi beberapa kali.
Upaya konfirmasi dilakukan untuk memastikan keakuratan informasi demi memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Salah satu poin penting yang dikonfirmasi adalah kepastian hasil rapat terbatas tersebut. Jika KSO tidak disepakati, apa konsep alternatif yang akan diambil? Apakah rencana kerja sama pengelolaan RSBP Batam oleh Mayapada akan sepenuhnya dibatalkan?
Dugaan lain menyebutkan bahwa Mayapada hanya akan fokus pada pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Sekupang, sementara rencana pengelolaan RSBP Batam tidak lagi dilanjutkan.
Rencana KSO yang kontroversial
Rencana kerja sama dengan Mayapada telah menjadi sorotan sejak awal 2024. Polemik ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat dan tenaga kesehatan di RSBP Batam.
Berdasarkan data yang diperoleh, RSBP Batam memiliki sekitar 600 tenaga kerja, yang terdiri dari PNS, pegawai BP Batam, pegawai kontrak, dan outsourcing. Sebagian besar di antara mereka menyatakan penolakan terhadap rencana tersebut.
Menurut mereka, pengelolaan rumah sakit pemerintah oleh pihak swasta, meskipun bertujuan meningkatkan status menjadi rumah sakit internasional, menimbulkan banyak pertanyaan.
Ariastuty Sirait sebelumnya menyatakan bahwa pengelolaan RSBP Batam akan dilakukan oleh Mayapada Group melalui KSO. Namun, informasi terbaru menyebut bahwa rencana ini terkendala regulasi.
Regulasi jadi kendala
PP Nomor 41 Tahun 2021 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) disebut menjadi hambatan utama. Regulasi tersebut tidak secara spesifik mengatur pemanfaatan aset rumah sakit, seperti halnya pengelolaan Bandara Internasional Hang Nadim atau pelabuhan di Batam yang telah dijalankan melalui kerja sama dengan pihak swasta.
Di Pasal 21 Bab IV PP 41/2021, hanya diatur pengembangan aset seperti bandara, pelabuhan, sistem penyediaan air minum (SPAM), dan fasilitas sejenis lainnya.
Dengan demikian, pengelolaan rumah sakit negara seperti RSBP Batam tampaknya tidak memiliki dasar hukum yang cukup kuat untuk dilakukan melalui KSO.
Hingga saat ini, belum ada kepastian lebih lanjut tentang langkah yang akan diambil oleh BP Batam terkait rencana pengelolaan RSBP Batam.
Sementara itu, masyarakat Batam dan tenaga kesehatan di RSBP Batam terus menantikan kejelasan atas polemik yang sudah berlangsung hampir dua tahun ini. (P-jeff k)