Foto ilustrasi dolar. (Freepik)
PRIORITAS, 14/7/25 (Jakarta): Proyeksi utang publik global mencapai 95,1 persen PDB pada 2025, naik 2,8 poin persentase dari tahun sebelumnya menurut IMF. Tren ini dipicu ketegangan perdagangan, tekanan fiskal pasca pandemi serta kenaikan biaya layanan utang
Negara pertama, Sudan, mencatat rasio hutang terhadap PDB mencapai 252 persen, tertinggi secara global. Lonjakan utang terjadi akibat konflik berkepanjangan serta krisis ekonomi berat. Sumber IMF menunjukkan Sudan sebagai pemimpin dunia dalam rasio utang/PDB 2025.
Posisi kedua diisi Jepang, dengan rasio hutang mencapai 234,9–235 persen. Utang pemerintah Jepang terus melejit sejak ‘Lost Decades’, mencapai sekitar 1.324 triliun yen pada Maret 2025 .
Di peringkat ketiga ada Singapura, dengan rasio utang/PDB mencapai 174,9–175 persen. Tingginya utang bukan berasal dari defisit fiskal, tapi strategi penerbitan obligasi domestik untuk mendukung perkembangan pasar keuangan.
Negara keempat, Yunani mencatat rasio hutang sekitar 142,2 % terhadap PDB. Masih terjebak dalam utang pasca krisis e‑zona, negara ini tetap salah satu dari lima besar berdasarkan data IMF.
Bahrain menempati posisi kelima, dengan rasio utang terhadap PDB sekitar 141,4 persen. Lonjakan utang fiskal terjadi setelah biaya dukungan sosial dan fiskal meningkat pasca pandemi.
Selain kelima negara tersebut, ada beberapa yang masuk daftar 10 besar, antara lain Maldives (140,8 persen), Italia (137,3 persen), Amerika Serikat (122,5 persen), Prancis (116,3 persen) serta Kanada (112,5 persen). Ini menunjukkan beban utang tidak hanya terbatas di negara-negara berkembang, tapi juga negara maju.
Italy dan Amerika Serikat
Italy dan Amerika Serikat juga menghadapi tekanan fiskal serius. Italia, misalnya, memiliki rasio utang/PDB sebesar 137,3 persen, hampir sama dengan Yunani. AS tercatat memiliki rasio 122,5 persen, dan jumlah utang absolut mencapai lebih dari $36 triliun hingga Maret 2025.
Secara global, total utang publik dunia diperkirakan menembus 117 persen dari PDB pada 2027 jika tidak ada langkah pengetatan fiskal. Tren ini menjadi perhatian utama lembaga seperti IMF dan Bank Dunia.
Pengamat menilai beban utang yang berlebihan meningkatkan risiko default, merusak pertumbuhan ekonomi serta membatasi anggaran pembangunan. Negara-negara dengan rasio utang tinggi perlu melakukan reformasi fiskal serta mengendalikan belanja publik agar utang stabil serta bervariasi dalam jangka panjang. (P-Zamir)