26.9 C
Jakarta
Saturday, February 22, 2025

    Belajar Berbasis ‘Higher Order Thinking Skill’ Menjadi Kebutuhan Mahasiswa Dewasa Ini

    Terkait

    Oleh: Dr. Dra. Devy Stany Walukow M.Hum. M.Si.
    Dosen Universitas Pelita Harapan
    devy.waluko@uph.edu
    devistany@gmail.com

    PENGGUNAAN kecerdasan buatan atau Artficial Intelligence (AI) yang memudahkan mahasiswa mengerjakan tugas telah menjadi kebutuhan dalam dunia pendidikan dewasa ini. Kecanggihan AI yang mampu memberikan jawaban terhadap semua persoalan telah “menghipnotis” mahasiswa untuk menggunakannya, karena bersifat sangat cepat dan mudah digunakan. Apalagi kurangnya kesadaran mahasiswa dalam menggunakan AI dimana mengerjakan tugas tanpa proses berpikir yang serius, menjadi masalah yang cukup serius perlu ditangani dewasa ini.

    Keberadaan AI mulai membawa kebiasaan berpikir mahasiswa yang sebelumnya bersifat dinamis menjadi statis yakni, mahasiswa menjadi apatis, tidak memberikan jawaban, tidak respon, dan masa bodoh. Dengan demikian dalam proses belajar tidak menutup kemungkinan terjadinya pendangkalan berpikir.

    Pola ini berakibat pada ketidak-mampuan mahasiswa dalam menghadapi sebuah permasalahan, dan pada akhirnya mencari jalan keluar yang tanpa arah, bahkan mengambil dengan mudah langkah yang ekstrim seperti “suicide”.

    Fenomena ketidak-mauan berpikir ini perlu menjadi perhatian dosen di setiap kelas ketika mengajar. Meskipun menggunakan bantuan sistem jaringan dan teknologi, dimana mahasiswa diajak berselancar di ruang virtual, tetapi dosen harus dapat menciptakan dan membangun mahasiswa untuk tetap berpikir dan berpikir yang lebih berkualitas.

    Mahasiswa harus diajak berpikir dan menganalisa apa yang mereka lihat, mereka dengar, dan mereka inginkan. Dosen harus mendorong mahasiswa untuk mengasah kemampuan mulai dari menganalisis, dilanjutkan dengan mengevaluasi, dan terakhir adalah mencipta sebagai tahap dalam proses pembelajaran yang berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTs).

    Berpikir tingkat tinggi memerlukan usaha dan upaya pendidik untuk membentuk tahap-tahap tertentu sehingga mahasiswa sampai pada tahap berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat tinggi dapat diciptakan dengan catatan pendidik juga harus memiliki wawasan pengetahuan yang luas dan keterampilan untuk mengaplikasikan berpikir tingkat tinggi.

    Dalam mengaplikasikan berpikir tingkat tinggi, maka komunikasi merupakan salah satu kekuatan untuk membentuk berpikir tingkat tinggi. Komunikasi yang dimaksud adalah menggunakan informasi yang jelas, tepat, terarah, dan berjenjang.

    Selain itu, dosen juga harus memberikan sebuah masalah untuk didiskusikan kemudian dosen memberikan feedback dan harus dibahas kembali menjadi sebuah pertanyaan yang baru. Pertanyaan yang baru dilemparkan lagi kepada mahasiswa dan langsung dijawab, kemudian jawaban tersebut ditanyakan lagi kepada mahasiswa yang lain, demikian seterusnya hingga mendapat sebuah jawaban dan atau beberapa jawaban yang berbeda.

    Dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memikirkan jawaban yang diperoleh termasuk jawaban yang berbeda tersebut. Biarkan mahasiswa mengkritisi, menganalisis dan memberikan argumen. Ketika hal ini dilakukan terus-menerus akan menciptakan kebiasaan berpikir mahasiswa yang lebih baik dan berkualitas. Sehingga pada akhirnya mahasiswa memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.

    Mahasiswa akan dapat berpikir seperti berpikir kritis, logis, metakognitif, kreatif, reflektif, aplikatif, bijaksana, kompleks, mendalam, logis, nalar, dan berpikir secara menyeluruh sebagai ciri-ciri dari berpikir tingkat tinggi (HOTs).

    Melalui HOTs mahasiswa mampu berpikir kritis, mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan memberikan solusi dilanjutkan dengan kemampuan menerapkannya. Ajakan berpikir tingkat tinggi (HOTs) dalam proses pembelajaran dari dosen, tidak hanya menyebabkan kualitas berpikir sebagai mahasiswa mengalami peningkatan, tetapi juga menyebabkan sikap belajar yang apatis dari mahasiswa berubah menjadi aktif seperti memberikan feedback atas pertanyaan atau masalah yang diajukan dosen dengan cara ”berlomba” dalam berargumen.

    Suasana belajar yang demikian akan sangat dinikmati mahasiswa dan akan merasakan perubahan dalam berpikir, berpendapat, dan beraktualisasi.

    Mendorong mahasiswa berpikir tingkat tinggi (HOTs) dapat menghilangkan kekhawatiran terhadap dampak dari penggunaan sistem jaringan dan teknologi yang berakibat pada menurunnya kualitas berpikir atau aspek kognitif. Kekhawatiran terhadap ”generasi alpha” sebagai generasi yang sangat ditentukan dan tergantung pada teknologi cerdas secara digital serta cenderung tidak mau berpikir dapat ditangani secara baik.

    Apalagi, kebutuhan menjadi seorang yang cerdas dan berbudi pekerti merupakan bentuk tanggung-jawab moral bersifat personal setiap mahasiswa. Setiap orang memiliki keinginan untuk menjadi sosok yang lebih baik dimata orang lain, termasuk menjadi seorang mahasiswa yang cerdas berpikir, berkarakter, dan berkualitas.(*)

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    - Advertisement -spot_img

    Terkini