24.9 C
Jakarta
Wednesday, June 18, 2025

    Banyak rumah kosong di Jepang, bisa tampung semua warga Lampung atau New York

    Terkait

    PRIORITAS, 9/5/24 (Tokyo): Minimnya jumlah kelahiran anak dan menuanya populasi menyebabkan Jepang kini menghadapi pembengkakan jumlah rumah kosong.

    Bahkan rumah kosong di Jepang kini mencetak rekor terbaru dengan jumlah mencapai kisaran sembilan juta unit, berdasarkan pendataan Kementerian Dalam Negeri Jepang.

    Dikutip dari laporan CNN, total unit rumah kosong di Jepang itu cukup untuk menjadi hunian tiap warga Kota New York yang sekitar 8,33 juta jiwa. Di Indonesia cukup untuk memenuhi kebutuhan hunian tiap warga Lampung yang berjumlah 9,17 juta berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

    The Japan Times melaporkan, angka jumlah rumah kosong atau yang dikenal dengan istilah Akiya di Jepang melonjak dari data 2018 sebanyak 510.000. Angka tertinggi tercatat pada 1993 yakni 4,48 juta.

    Menuanya populasi

    Biasanya, Akiya merujuk pada istilah rumah kosong atau terlantar di pedesaan. Namun, kini Akiya lebih banyak ditemukan di kota-kota besar seperti di Tokyo dan Kyoto.

    Penyebabnya ialah bukan semakin seringnya warga Jepang membangun rumah, melainkan karena minimnya jumlah kelahiran anak tiap tahun seiring dengan menuanya populasi di negara itu.

    “Ini adalah gejala penurunan populasi Jepang,” kata Jeffrey Hall, seorang dosen di Kanda University of International Studies di Chiba, Jepang.

    “Ini bukan masalah membangun terlalu banyak rumah” tetapi “masalah tidak memiliki cukup orang,” katanya dilansir CNN, Kamis (9/5/24).

     

    Akiya sering diturunkan dari generasi ke generasi. Tetapi dengan tingkat kesuburan Jepang yang anjlok, banyak yang tidak memiliki pewaris untuk diwariskan. Atau diwarisi oleh generasi muda yang telah pindah ke kota-kota dan melihat sedikit nilai untuk kembali ke daerah pedesaan.

    Populasi Jepang telah menurun selama beberapa tahun. Data terakhir pada 2022, populasi di Jepang telah menyusut lebih dari 800.000 sejak tahun sebelumnya, menjadi 125,4 juta.

    Yuki Akiyama, seorang profesor dari fakultas arsitektur dan desain perkotaan di Tokyo City University, mengatakan Rumah di Jepang tidak dihargai karena umur panjangnya atau ada unsur historisnya. Mealinkan berdasarkan nilai manfaatnya.

    “Di Jepang, semakin baru rumahnya, semakin tinggi harga jualnya,” kata Yuki Akiyama. Tidak seperti orang-orang barat yang melihat nilai sejarahnya. (P-CNN/CNBCi/jr) — foto ilustrasi istimewa

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini