25 C
Jakarta
Wednesday, June 18, 2025

    Badai menerpa bisnis media, banyak pegawai kena PHK

    Terkait

    PRIORITAS, 2/5/25 (Jakarta): Industri televisi nasional tengah menghadapi krisis struktural, ditandai dengan penutupan program dan gelombang PHK besar-besaran. Kompas TV menghentikan rubrik olahraga paginya dan melepas 150 pegawai, TV One mem-PHK 75 orang, CNN Indonesia TV mencatat 200 PHK, sementara Emtek memangkas 100 staf dan MNC mengurangi jumlah pemimpin redaksi dari 10 menjadi tiga.

    Demikian Rokhmat Widodo, Pengamat Politik dan Komunikasi, Kader Muhammadiyah Kudus, sebagaimana dikutip Beritaprioritas.com dari Suaranasional.com, Jumat (2/5/25).

    Fenomena ini mengingatkan pada kemunduran media cetak satu dekade lalu, ketika biaya tinggi dan pergeseran minat pembaca ke media daring menyebabkan penutupan sejumlah surat kabar besar. Kini, televisi menghadapi tekanan serupa: biaya produksi tinggi dan migrasi pendapatan iklan ke platform digital seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan podcast.

    Perubahan perilaku penonton juga berkontribusi pada krisis ini. Dulu, prime time televisi menjadi rebutan perhatian, kini pengguna memilih sendiri waktu dan konten yang dikonsumsi melalui platform digital dengan algoritma personalisasi. Generasi muda bahkan mulai menyamakan televisi dengan “media orang tua”.

    Tidak mau berinvestasi

    Meskipun peluang bertahan masih ada, banyak stasiun televisi besar terhambat oleh struktur birokrasi internal dan model bisnis lama. Tidak semua pemilik stasiun televisi mampu atau mau berinvestasi dalam digitalisasi konten, membangun kanal YouTube, menyusun strategi media sosial, atau membentuk tim kreator lintas platform.

    Ancaman besar muncul ketika jurnalisme profesional dikalahkan oleh konten viral yang mengedepankan clickbait dan opini subjektif. Jika televisi kehilangan daya hidupnya, informasi publik bisa makin terfragmentasi dan bias.

    Solusi bukan sekadar go digital, tapi mengubah paradigma. Televisi harus melihat dirinya sebagai produsen narasi dengan konten orisinal dan koneksi emosional dengan audiens. Kemitraan dengan kreator digital, produksi konten relevan dan ringan, pemanfaatan teknologi AI untuk personalisasi dan data analitik, serta penguatan kanal media sosial harus menjadi langkah konkret.

    Jika televisi terus bertahan pada cara lama, ia akan bernasib serupa dengan media cetak yang gagal beradaptasi dan tumbang. Namun, bagi yang mampu bertransformasi, krisis ini bukan akhir, melainkan awal dari babak baru.

    Rokhmat Widodo akhirnya mengatakan, televisi tak harus mati—ia hanya perlu berevolusi. (P-Zamir)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini