34 C
Jakarta
Wednesday, June 25, 2025

    Ayatollah Khamenei mengungsi bersama keluarga, Iran siapkan calon pengganti

    Terkait

    PRIORITAS, 25/6/25 (Teheran): Berbagai laporan media internasional yang dipantau Beritaprioritas, Rabu (25/6/25), mengungkapkan, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khamanei bersama keluarga kini sedang dalam pengungsian dan dijaga Garda Revolusi. Sementara itu, proses pencarian pengganti Pemimpin Tertinggi Iran tersebut mengalami percepatan signifikan di tengah lonjakan eskalasi militer dengan Israel dan Amerika Serikat.

    Berdasar informasi dari lima sumber yang mengetahui langsung diskusi-diskusi internal menyebut kepada Reuters, Komite Rahasia beranggotakan tiga ulama senior, yang dibentuk oleh Khamenei sendiri dua tahun lalu, kini mengintensifkan perencanaan suksesi.

    Diketahui, Khamenei, yang kini berusia 86 tahun, dilaporkan telah mengungsi bersama keluarganya dan berada di bawah perlindungan pasukan elite Garda Revolusi, Vali-ye Amr.

    Penerus ditunjuk jika Khamenei terbunuh

    Dikatakan, ia menerima pengarahan rutin mengenai perkembangan diskusi suksesi, menurut seorang pejabat keamanan tinggi Iran. \

    “Jika Khamenei terbunuh, sistem pemerintahan akan segera menunjuk penerusnya untuk menunjukkan stabilitas dan kesinambungan,” ungkap salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan mengingat sensitivitas isu ini, dikutip Selasa (24/6/25) kemarin.

    Anak Khamanei dan cucu Khomeini bersaing

    Sementara itu, dua nama yang mencuat dalam diskusi internal. Yakni ada dua kandidat utama muncul sebagai calon kuat pengganti Khamenei: Mojtaba Khamenei (56), putra sang pemimpin tertinggi, dan Hassan Khomeini (53), cucu dari pendiri Republik Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini.

    Diketahui, Mojtaba Khamenei dikenal sebagai figur konservatif yang memiliki pandangan serupa dengan ayahnya dalam berbagai isu, mulai dari sikap keras terhadap oposisi hingga kepada negara-negara Barat.

    Disebutkan, ia tak pernah memegang jabatan resmi dalam pemerintahan Iran, namun diyakini berpengaruh kuat sebagai pengatur akses ke Khamenei.

    Kemudian sebaliknya, Hassan Khomeini dikenal lebih moderat dan memiliki hubungan dekat dengan faksi reformis yang mengadvokasi pelonggaran sosial-politik.

    Kendati begitu, ia tetap dihormati oleh ulama senior dan Garda Revolusi karena garis keturunannya.

    Dilaporkan, pada Sabtu lalu, sebelum fasilitas nuklir Iran dibombardir AS, Hassan menyatakan dalam pesan publik: “Saya sekali lagi menyatakan dengan rendah hati bahwa hamba kecil dan tidak berarti ini siap hadir dengan bangga di medan mana pun yang Anda anggap perlu.”

    Hassan Khomeini menguat

    Selanjutnya, lima sumber itu menyebut, di tengah konflik terbaru dengan Israel dan Amerika, nama Hassan Khomeini menguat karena dianggap sebagai figur yang bisa menghadirkan wajah lebih bisa diterima baik secara domestik maupun internasional.

    Kendati Mojtaba disebut sebagai pilihan kesinambungan, sejumlah pihak di internal kekuasaan menyadari, penerus bergaris keturunan langsung dari Khamenei bisa memunculkan kekhawatiran rakyat Iran akan kembalinya sistem monarki yang justru ditumbangkan Revolusi Islam Iran pada 1979.

    Malahan, Khamenei sendiri disebut beberapa kali menolak ide suksesi dari ayah ke anak. “Apakah Republik Islam akan bertahan atau tidak, yang jelas akan menjadi sangat berbeda, karena konteks eksistensinya telah berubah secara mendasar,” kata analis politik Iran berbasis di London, Hossein Rassam.

    Dinilainya, Hassan Khomeini bisa menjadi figur transisi yang membawa perubahan pelan namun stabil. Namun begitu, Khomeini sebelumnya sempat dilarang mencalonkan diri dalam Pemilu Majelis Ahli pada 2016 oleh Dewan Penjaga yang didominasi faksi garis keras.

    Diketahui, para perancang suksesi menyadari, meski memiliki daya tarik luas di dalam negeri, ia juga membawa risiko politik internal dari kelompok konservatif.

    Tantangan penunjukan pemimpin baru

    Sementara itu, ancaman terhadap Ayatollah Khamenei bukan hanya berasal dari usianya yang menua, tetapi juga dari luar negeri.

    Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump pekan lalu mengeklaim di media sosial, pihaknya mengetahui lokasi persembunyian Khamenei. “Kami tahu persis di mana si ‘Pemimpin Tertinggi’ itu bersembunyi. Dia target yang mudah,” tulisnya di media sosialnya.

    Dan situasi menjadi makin genting sejak pembunuhan pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah oleh Israel pada September lalu, serta serangan Rudal terbaru AS terhadap fasilitas nuklir Iran.

    Apabila Khamenei wafat, instalasi pemimpin baru bisa menjadi proses yang penuh tantangan. Sejumlah komandan senior Garda Revolusi telah terbunuh dalam serangan udara Israel, yang dapat memperumit transisi kekuasaan mengingat militer elite itu selama ini berperan penting menjaga otoritas pemimpin tertinggi.

    “Bisa saja muncul nama yang tidak dikenal, dan hanya dijadikan boneka oleh Garda Revolusi,” kata Ali Vaez dari International Crisis Group.

    Kemudian ia mengingatkan, pemimpin baru bisa saja tidak memiliki kekuatan sekuat Khamenei.

    Tantangan legitimasi

    Selanjutnya secara konstitusional, pemimpin tertinggi Iran dipilih oleh Majelis Ahli yang beranggotakan 88 ulama senior. “Anggota majelis ini dipilih melalui Pemilu Nasional, namun hanya kandidat yang disetujui oleh Dewan Penjaga, yang berpihak pada Khamenei, yang bisa maju,” ujar sebuah sumber.

    Kemudian sumber menyebut, selain Mojtaba dan Hassan, beberapa nama lain telah tersingkir dari bursa suksesi. Mantan Presiden Ebrahim Raisi tewas dalam kecelakaan helikopter tahun 2024, sedangkan tokoh senior seperti Hashemi Rafsanjani dan Mahmoud Hashemi Shahroudi telah wafat sebelumnya. Ayatollah Sadegh Amoli Larijani juga disebut telah tersisih dari perhitungan. Nama lain seperti Ayatollah Alireza Arafi masih disebut, namun dianggap tidak sekuat dua kandidat utama.

    Singkatnya, proses suksesi ini mencerminkan sejarah Iran saat Ruhollah Khomeini wafat pada 1989. Saat itu, Khamenei yang hanya seorang ulama menengah dan mantan presiden, dipilih meski awalnya diragukan banyak kalangan.

    Tetapi, dalam waktu tiga dekade, ia berhasil memusatkan kekuasaan dan mengandalkan Garda Revolusi untuk menekan lawan-lawan politiknya.

    Lalu kini, siapapun yang menggantikan Khamenei akan menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks, baik dari dalam negeri yang dilanda krisis ekonomi dan ketidakpuasan rakyat, maupun dari luar negeri yang terus menekan Iran melalui sanksi dan tekanan militer. (P-*r/jr)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini