Jurnalistik Expo. (Whatsapp/Intan Maharani)
Oleh Intan Maharani*)
PRIORITAS, 6/10/25 (Jakarta): Transformasi digital telah mengubah pola masyarakat Indonesia dalam mencari, menyerap, serta menyebarkan informasi. Di tengah derasnya arus tersebut, perbedaan antara jurnalis dan pengguna media sosial semakin samar. Akibatnya, ruang digital kini berfungsi sebagai arena baru dalam membentuk opini publik.
Dalam situasi tersebut, Journalistic Expo 2025 yang diselenggarakan oleh Program Studi Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) mengusung tema “Cerdas Bermedia, Berdaya, Berkarya” sebagai ajang refleksi bersama. Kegiatan ini mempertemukan praktisi serta akademisi untuk membahas arah baru jurnalisme digital, mencakup aspek etika, kreativitas, dan peran jurnalisme media sosial di masa depan.
Rahma Hayuningdyah, Section Head of Public Relations MDTV, menegaskan, dalam dunia jurnalisme modern, kecepatan tidak lagi menjadi tolok ukur utama keberhasilan, melainkan kemampuan menjaga akurasi dan tanggung jawab sosial di tengah derasnya arus informasi. Menurutnya, menjadi cerdas dalam bermedia berarti mampu menyaring informasi secara kritis, bukan sekadar menyebarkannya. Ia juga mengingatkan agar jurnalis muda memahami batas etika dan menjaga kredibilitas dalam setiap karya jurnalistiknya.
Pentingnya verifikasi digital
Sementara itu, Alfons Yoshio Hartanto, editor pemeriksa fakta Tirto.id, menyoroti pentingnya verifikasi digital sebagai fondasi utama di era informasi yang melimpah. Ia menekankan, kecepatan publikasi berita harus sejalan dengan disiplin verifikasi, agar masyarakat tidak terperangkap dalam arus misinformasi dan hoaks.
Menurut Djony Herfan, M.I.Kom., Dosen Jurnalistik PNJ, social media journalism merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari dan harus dibaca dengan pendekatan analitis. Ia menjelaskan, tugas utama jurnalis bukan sekadar menyebarkan berita, tetapi juga menganalisis, mengonfirmasi, dan menafsirkan fakta secara mendalam.
Dalam pandangannya, media sosial tidak sedang menggantikan pers, melainkan membentuk pola baru jurnalisme yang lebih partisipatif dan adaptif terhadap publik. “Fenomena ini harus dikaji secara akademik, karena jurnalisme di media sosial menuntut pemahaman etika, teknologi, dan konteks sosial,” ujarnya.
Djony menilai, algoritma dan kecepatan distribusi informasi kini menggeser peran redaksi tradisional. Oleh karena itu, verifikasi, integritas, dan tanggung jawab sosial menjadi penyeimbang utama di tengah kebebasan berekspresi digital. Ia juga menegaskan pentingnya literasi media dalam pendidikan jurnalistik agar mahasiswa mampu berpikir kritis terhadap tren media sosial sekaligus menjaga prinsip dasar jurnalisme.
Kreativitas Jurnalis Digital
Dalam artikelnya Produksi Konten Viral di Media Sosial, Drs. Azhmy Fawzi My, M.I.Kom. menjelaskan, jurnalis di era digital kini dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana menjadi kreatif tanpa meninggalkan prinsip kebenaran. Menurutnya, kekuatan sejati berita bukan pada kecepatan atau viralitas, melainkan pada konteks dan riset yang mendalam.
Contohnya, sejumlah redaksi media nasional mulai memanfaatkan video pendek, podcast, dan infografik interaktif untuk menyampaikan isu publik yang kompleks seperti pemilu dan krisis iklim. Bentuk kreatif ini membantu publik memahami informasi secara ringan tanpa kehilangan akurasi, sejalan dengan prinsip “cerdas bermedia” yang menekankan tanggung jawab sosial jurnalis.
“Konten yang baik bukan hanya viral, tapi membawa nilai sosial dan edukatif”. Azhmy menekankan, kolaborasi antara teknologi dan kemanusiaan akan menjadi kunci keberhasilan jurnalisme kini dan nanti. Jurnalis tidak bisa menolak perubahan, tapi harus mengendalikannya dengan nilai, riset, dan tanggung jawab publik.
News gathering hingga distribution
Menurut Bowd (2016), saat ini banyak perusahaan media berusaha mengadopsi media sosial ke dalam alur kerja mereka hingga sulit menemukan media yang tidak melakukan hal serupa. Media sosial menjadi bagian integral pada alur kerja jurnalistik mulai dari news gathering, news production, hingga news distribution.
Ke depan, jurnalisme media sosial di Indonesia diperkirakan semakin terintegrasi dengan kecerdasan buatan (AI) dan analisis big data untuk menghadirkan konten yang lebih personal. Riset Poppy Suryanti dan Eko Aziz Apriadi (2025) menunjukkan bahwa sejumlah media daring nasional mulai memanfaatkan teknologi AI guna meningkatkan efisiensi produksi berita, termasuk dalam proses verifikasi data dan pengecekan fakta, tanpa mengorbankan kualitas informasi.
Perkembangan di Indonesia memperlihatkan arah yang sejalan. Beberapa media seperti MDTV dan Tirto.id telah mengadopsi pendekatan jurnalisme kolaboratif serta multiplatform dengan memadukan riset data, narasi visual, dan interaksi audiens dalam satu sistem distribusi terpadu. Berdasarkan tren tersebut, arah jurnalisme di Indonesia ke depan dapat dirangkum menjadi tiga fokus utama:
Sinergi teknologi dan verifikasi digital, untuk menjaga ketepatan informasi di tengah arus berita yang cepat.
Keterlibatan publik serta penguatan jurnalisme data, agar masyarakat berperan aktif dalam proses produksi informasi.
Peneguhan etika dan literasi media, supaya jurnalis mampu menafsirkan fakta dengan tanggung jawab sosial di ruang digital.
Secara menyeluruh, masa depan jurnalisme media sosial tidak hanya akan ditentukan oleh kemajuan teknologi, tetapi juga oleh integritas moral, daya cipta, serta tanggung jawab sosial dari para jurnalis yang mengoperasikannya. (P-*r/Intan Maharani)
No Comments