34 C
Jakarta
Sunday, July 27, 2025

    Produksi kelapa Sulut anjlok tak mampu cukupi kebutuhan pabrik

    Terkait

    PRIORITAS, 26/7/25 (Manado):  Produksi hasil panen kelapa para petani Sulawesi Utara (Sulut) dari 15 kabupaten dan kota setiap tahun anjlok. Bahkan tidak lagi mencukupi kebutuhan pabrik-pabrik minyak goreng yang ada di Sulut.

    Ketua LSM Peduli Petani, Peternak, Nelayan Sulut,  Julius Jems Tuuk, Propinsi Sulawesi Utara, mengakui  dulu dikenal sebagai daerah nyiur melambai, tetapi kini sebutan itu ‘hampir tenggelam’ karena produksi kelapa anjlok dan lahan kelapa semakin berkurang.

    Data Beritapritoritas.com, tahun 2020 lalu total luas lahan kelapa di Sulut masih 275.596 hektar dengan produksi kopra mencapai 302.315 ton.

    Namun pada tahun 2024 lalu makin menurun, dengan produksi kelapa hanya berada di kisaran 266.052 ton.

    Jika 1 ton biji kelapa menghasilkan maksimal 400 kilogram kopra, berarti tahun lalu petani Sulut hanya menghasilkan 106.420 ton kopra.

    Sedangkan 1 ton kopra maksimal dapat menghasilkan minyak kelapa sebanyak 650 kilogram. Artinya dari 106.420 ton kopra itu, menghasilkan sekitar 69.173 ribu kilogram produk minyak goreng.

    Sementara dari empat pabrik minyak goreng yang ada di Sulut, salahsatu terbesar yakni PT Multi Nabati Sulawesi dengan kapasitas produksi minyak goreng dan produk turunannya mencapai 311.535 ton per tahun.

    Belum tiga pabrik besar lainnya seperti PT Cargill di Amurang Minahasa Selatan, PT Salim Ivomas Pratama (Bimoli Grup) dan PT Agro Makmur Raya di Bitung yang ketiganya jika digabung mampu memproduksi minyak kelapa sekitar 500 ribu ton per tahun.

    Banyak penebangan kelapa

    Menurut Julius Jems Tuuk, fenomena penebangan kelapa nyaris secara massal terjadi di Sulawesi Utara dalam beberapa dekade terakhir, sehingga menambah jumlah lahan tidur.

    Batang kelapa sering dijual untuk digunakan sebagai bahan material rumah dan produk furnitur.

    Saat ini terdapat sekitar 107 ribu hektar lahan tidur dan lahan yang perlu diremajakan di Sulut. “Kita kehilangan Rp 7 Triliun per tahun akibat lahan kosong tidak ditanami,” jelasnya.

    Hasil perhitungannya, Sulut membutuhkan penanaman sekitar 11 juta bibit baru, agar kelapa  bisa kembali bangkit menjadi andalan atau primadona bagi para petani.

    Saat ini ketersediaan bibit untuk lahan kelapa di Sulut, hanya 18 ribu per tahun. Jumlah tersebut sangat jauh dari cukup, sehingga perlu ada gebrakan dan keterlibatan pemerintah, tidak hanya di daerah tapi di pusat.

    Ia menyebut, kelapa sebenarnya adalah komoditas pertanian penting di Indonesia, termasuk Sulawesi Utara.

    Karena itu, ia sangat berimpian kelapa akan kembali berjaya di Sulawesi Utara, jika pemerintah dan para petani benar-benar peduli terhadap tanaman palma tersebut.

    Beruntung saat ini, katanya,  Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvanus, berkomitmen untuk gencar melakukan program penanaman kembali kelapa di lahan-lahan pertanian, seperti dikutip liputan15.com.

    Empat pabrik besar

    Tercatat dari enam pabrik minyak goreng terbesar di Indonesia, empat berada di Sulawesi Utara, masing-masing tiga di kota Bitung, dan satu di Amurang, kabupaten Minahasa Selatan.

    Di Bitung yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk yang dimiliki grup PT Indofood Sukses Makmur Tbk (SIMP) dan PT Indofood Agri Resources Ltd (IndoAgri) yang memproduksi minyak goreng utama, Bimoli (Bitung Manado Oil Limited) yang sudah diluncurkan sejak tahun 1968.

    Kemudian PT. Multi Nabati Sulawesi (MNS) yang dimiliki Wilmar Group dengan produk minyak goreng merek Sania, dan Fortune.

    Serta PT.Agro Makmur Raya (AMR) yang dimilik Musim Mas Grup, dengan produk Tropical, Sunco, dan Voila.

    Pabrik-pabrik besar itu, mengolah minyak kelapa dalam atau sering disebut kopra (Crude Coconut Oil-CCO) dari para petani Bitung, Minahasa Raya, Bolmong dan Sangihe, Talaud dan Sitaro. Juga mendatangkan kopra dari Maluku serta Papua.

    Pabrik itu juga memproduksi turunan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil-CPO) yang bahan bakunya dari Sulawesi Tengah dan Sumatera.

    Rata-rata produk minyak kelapa kopra lebih banyak diekspor karena harganya lebih tinggi. Sebaliknya minyak sawit sekitar 50 persen atau lebih dijual untuk pasar dalam negeri. Sedangkan sisanya diekspor ke sejumlah negara lain.

    Topang ekonomi Sulut

    Dari empat pabrik itu, investasi terbesar yakni PT Multi Nabati Sulawesi yang mencapai Rp153,6 miliar.

    Menyusul PT Cargill di Amurang Minahasa Selatan lebih dari Rp90 miliar, PT Salim Ivomas Pratama (Bimoli Grup) Rp16,7 miliar dan PT Agro Makmur Raya Rp11,75 miliar.

    Sulut memang sampai kini memang masih sebagai salahsatu penghasil bahan baku kelapa terbesar di Indonesia.

    Investasi pabrik minyak goreng ini membawa dampak positif pertumbuhan ekonomi di Sulut.

    Sekitar 70-80 persen ekspor Sulut disumbang produk turunan kelapa, termasuk minyak goreng.

    Pangsa ekspor itu sebagian besar berupa minyak kelapa (CCO) yang diproduksi empat pabrik minyak goreng tersebut.

    Selain itu juga produk minyak sawit dan turunannya dalam jumlah cukup besar, memberi kontribusi bagi ekspor Sulut yang terus meningkat.

    Sulawesi Utara juga terdapat lima perusahaan baru yang mengolah produk turunan kelapa (CCO).

    Tiga lainnya merupakan investor baru yaitu PT WBK Coconut Indonesia, PT Kopo Jaya Makmur dan PT Surya Pratama Agung Bahtera.

    PT Suryapratama Agung Bahtera yang berada di kabupaten Minahasa Utara,  baru-baru ini melakukan ekspor perdana santan kelapa ke China sebanyak 52 ton.(P-Jeffry W)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    spot_img

    Terkini