PRIORITAS, 24/7/25 (Jakarta): Fathan Putra Rifito merupakan satu di antara 2000-an lulusan Akademi Militer dan Akademi Kepolisian (Akpol) 2025 dengan pangkat Inspektur Dua (Ipda). Presiden RI, Prabowo Subianto, melantik para perwira remaja TNI-Polri itu dalam upacara prasetya perwira di Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu (23/3/25).
Satu hal yang membedakan Ipda Fathan Putra Rifito dari teman-temannya sesama perwira remaja adalah, ia merupakan peraih Adhi Makayasa Angkatan ke-57 Batalyon Adhi Wiratama – sebuah penghargaan tertinggi bagi lulusan terbaik Akpol.
Tidak itu saja, Ipda Fathan Putra Rifito juga meraih penghargaan Ati Tanggon atas nilai karakter terbaik selama pendidikan.

Siapa Fathan Putra Rifito? Dia merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ayahnya seorang perwira tinggi polisi, Irjen Pol Barito Mulyo Ratmono. Ibu, Hening Fitricia, seorang ibu rumah tangga. Kakaknya, Aurelia Putri Rifito, seorang akademisi yang sedang menimba ilmu S2 di Glasgow University. UK, jurusan Creative Industry.
Dilansir dari Antara yang menjumpai keluarga Fathan beberapa saat setelah pelantikan Ipda Fathan Putra Rifito, disebutkan, rasa bangga dan terharu, mungkin itu yang ada di benak dan hati ayahanda dari Ipda Fathan Putra Rifito, yakni Irjen Pol Barito Mulyo Ratmono.
Dijumpai di kediamannya yang berlokasi di Klender, Jakarta Timur, Barito mengungkapkan, dia bersama istrinya, Hening Fitricia, mengaku tidak kuasa meneteskan air mata bahagia saat anak bontotnya meraih Adhi Makayasa Angkatan ke-57 Batalyon Adhi Wiratama Akademi Kepolisian (Akpol).
Keluarga, sebuah “tim”

Ia menceritakan bagaimana caranya mendidik dan “mempersiapkan” seorang Fathan sejak kecil hingga sampai sekarang. Juga bagaimana Fathan saat masih kecil selalu berpindah-pindah sekolah untuk mengikuti tugas dinas ayahnya, mulai dari Singkawang, Kalimantan Barat hingga Konawe, Sulawesi Tenggara.
Tak bisa dipungkiri kualitas sekolah di Pulau Jawa tidak sama jika dibandingkan dengan luar Pulau Jawa, hal tersebut yang juga dipikirkan oleh Barito jika anak-anaknya terus mengikuti tugas dinasnya, maka dikhawatirkan pendidikan mereka menjadi kurang optimal.
Namun bagi Barito, penanaman karakter keluarga dengan moral adalah pendidikan yang tidak kalah penting dari bangku sekolah. Ia menanamkan bahwa keluarga adalah nomor satu. Keluarga bukan sekadar ikatan darah, melainkan harus bisa bekerja sama layaknya sebuah tim.
Sementara itu sang Ibunda Fathan, Hening Fitricia, menjelaskan bahwa dirinya selalu mendampingi Fathan kecil mulai Senin hingga Jumat, sedangkan Sabtu dan Minggu baru giliran ayahnya yang menemani Fathan.
Barito menyebutkan hal tersebut merupakan pembagian tugas sebagai tim dan ia juga menanamkan kepada anak-anaknya untuk hidup sederhana. Ia mengajarkan anak-anaknya untuk berjuang dan selalu mengingatkan bahwa tidak semua keinginan dapat dipenuhi.
Contohnya, saat Fathan masih duduk di bangku sekolah dasar. Sang anak paham kalau orang tuanya tidak memiliki banyak uang, sehingga Fathan bisa mengerem keinginannya untuk meminta mainan itu kepada orang tuanya.
Akhirnya sang ayah mengajak ke sebuah tempat mainan dan di sana, benar saja, Fathan hanya melihat kemudian minta izin untuk memegangnya. Setelah selesai dilakukan, ia mengajak orang tuanya untuk pulang tanpa merengek untuk membeli mainan tersebut. Barito kemudian merasa terenyuh hatinya, sekaligus merasa bersyukur atas rasa pengertian yang ditunjukkan Fathan.
Selain itu, Barito menceritakan bahwa Fathan senang berkegiatan di luar ruang. Saat Sabtu atau Minggu, Fathan dan keluarga biasanya bersepeda, atau hanya sekadar jalan kaki sambil mengobrol tentang apapun.
Hal tersebut yang akhirnya menurut Barito membentuk keluarganya semakin kompak tidak hanya sebagai keluarga tetapi seperti sebuah tim.
Raih Adhi Makayasa

Menghabiskan masa kecil dengan berpindah-pindah tempat untuk mengikuti dinas ayahnya ternyata tidak membuat Fathan gundah. Sebaliknya, sang anak ingin mengikuti jejak ayahnya untuk menjadi Polisi. Sang ibu, Hening menyebutkan bahwa Fathan sudah membulatkan tekadnya untuk menjadi polisi sejak masih remaja.
“Saat ditanya usai lulus SMA Taruna Nusantara mau melanjutkan kemana, dia langsung menjawab ingin masuk Akpol,” jelas Hening, lalu menjelaskan bahwa sebenarnya dalam hati kecil, Barito ingin anaknya melanjutkan ke perguruan tinggi saja.
Namun Fathan yakin atas keputusannya untuk menjadi polisi. Mendengar hal itu, Barito tidak bisa berbuat apa-apa dan menyampaikan ke anaknya bahwa “kita berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja.”
Jika memang ingin masuk Akpol, ia meminta kepada Fathan untuk bekerja keras, berjuang sekuat tenaga, karena Barito menyebutkan masuk Akpol butuh persiapan yang matang bukan persiapan yang hanya sekejap.
Mengingat kemauan keras Fathan ingin masuk ke Akpol, seperti normalnya ayah terhadap anaknya, Barito membantu segala persiapan yang dibutuhkan oleh anaknya tersebut termasuk mengirim dia ke Semarang agar fokus dalam menghadapi ujian masuk Akpol.
Usai diterima di Akpol, Fathan langsung menargetkan untuk meraih penghargaan Adhi Makayasa, sebuah penghargaan tahunan bagi lulusan terbaik dari setiap matra TNI dan Polri. Mendengar target sang anak, Barito sebagai ayah menjelaskan kepada sang anak jika Adhi Makayasa adalah sebuah penghargaan yang sulit digapai.
Ia juga menjelaskan kepada Fathan untuk menjadi seorang Adhi Makayasa harus memiliki lima aspek yaitu pengetahuan, keterampilan, kesehatan, perilaku dan karakter. Barito juga menasehati anaknya bahwa selain lima aspek yang harus dimiliki, ada tiga kunci untuk dapat meraih Adhi Makayasa, yaitu kemauan, kemampuan dan jiwa petarung.
Hal tersebut ternyata dipahami dan diperjuangkan oleh Fathan hingga akhirnya meraih Adhi Makayasa Angkatan ke-57 Batalyon Adhi Wiratama Akademi Kepolisian.
Dukungan penuh keluarga
Barito meyakini selain kemampuan dan kemauan dari anaknya sendiri, ada faktor dukungan penuh dari keluarga yang menjadi kekuatan bagi Fathan untuk berjuang.
Selain support system, Barito selalu menanamkan nilai-nilai kehidupan terhadap kedua anaknya. Pertama, yang paling penting jangan tinggalkan ibadah, kedua harus berjuang untuk mencapai hasil terbaik.
Ketiga selalu mencoba untuk menjadi yang terbaik dan keempat adalah menolong dalam bentuk apapun seperti tenaga, waktu, pikiran dan materi.
Dengan penghargaan yang didapatkan oleh Fathan, Barito berharap anaknya tidak melupakan jati diri seorang polisi sebagai penolong. Ia kemudian berpesan kepada Fathan agar menjadi polisi yang baik dan menolong sesama, serta jangan sampai menjadi polisi yang bermasalah dan membuat susah.
Tapi dari semua harapannya itu, Barito menginginkan anaknya menjadi seorang polisi yang taat beribadah.
Senada dengan suaminya, Hening juga berharap anaknya menjadi agen perubahan bagi institusinya, menjadi seorang penegak hukum yang baik di jabatan apapun, pangkat apapun dan dalam kondisi apapun. (P-ht)