PRIORITAS, 22/7/25 (Jakarta): KPK menyatakan akan segera menahan empat tersangka lainnya dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan.
“Secepatnya kami akan lakukan penahanan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Selasa (22/7/25), dikutip dari Antara.
Empat tersangka yang belum ditahan meliputi Gatot Widiartono, yang menjabat sebagai Koordinator Analisis dan PPTKA Kementerian Ketenagakerjaan periode 2021–2025, serta Putri Citra Wahyoe, yang pernah bertugas di Saluran Siaga RPTKA pada 2019–2024 dan kini menjadi Verifikator Pengesahan RPTKA untuk periode 2024–2025.
Selain itu, tersangka lainnya adalah Jamal Shodiqin yang menjabat sebagai Analis Tata Usaha di Direktorat PPTKA pada 2019–2024 dan kini sebagai Pengantar Kerja Ahli Pertama di periode 2024–2025, serta Alfa Eshad yang menjabat sebagai Pengantar Kerja Ahli Muda di Kemenaker sejak 2018 hingga 2025.
Masih melakukan pemeriksaan
Sementara itu, Budi menyampaikan, tim penyidik KPK masih terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak dan menyita barang bukti dalam rangka penyidikan kasus ini.
“Nanti kami update (beri tahu, red.) lagi. Ada beberapa aset lain yang rencana akan dilakukan penyitaan oleh penyidik,” imbuhnya.
Sebelumnya, KPK telah menahan empat tersangka dalam kasus tersebut, yakni pada Kamis (17/7/25) lalu.
Empat tersangka yang sudah ditahan adalah mantan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker Suhartono serta Haryanto, mantan Direktur PPTKA Kemenaker Wisnu Pramono dan Devi Anggraeni.
Mereka ditahan di Rumah Tahanan Cabang Gedung Merah Putih KPK hingga 5 Agustus 2025.
Identitas tersangka
Pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan, RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar satu juta rupiah per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan, kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024. (P-Zamir)