PRIORITAS, 16/7/25 (Berlin): Tiga negara, Prancis, Inggris, dan Jerman akan menggunakan sanksi PBB yang keras terhadap Iran, jika sampai bulan Agustus negara tersebut tidak mencapai kesepakatan tentang program nuklirnya.
“Inggris, Prancis, dan Jerman sepakat untuk menerapkan kembali sanksi keras PBB terhadap Iran pada akhir Agustus, jika tidak ada kemajuan nyata dalam kesepakatan nuklir”, kata dua diplomat Eropa, seperti dikutip Beritaprioritas.com dari Asharq Al Awsat, hari Rabu (16/7/25).
Para duta besar ketiga negara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa bertemu pada hari Selasa di Misi PBB Jerman, untuk membahas kemungkinan kesepakatan Iran dan penerapan kembali sanksi (snapback).
Hal ini juga dibahas dalam panggilan telepon antara Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, dan para menteri luar negeri ketiga negara.
Keempat orang tersebut telah berbicara tentang memastikan Iran tidak mengembangkan atau memperoleh senjata nuklir.
Para pejabat dan diplomat berbicara dengan syarat anonim untuk membahas percakapan pribadi.
Sanksi ekonomi
Inggris, Prancis, dan Jerman merupakan bagian dari kesepakatan yang dicapai dengan Iran pada tahun 2015, untuk mengendalikan program nuklirnya.
Presiden Donald Trump menarik AS dari kesepakatan tersebut, pada masa jabatan pertamanya, dengan bersikeras perjanjian itu tidak cukup tangguh.
Perjanjian itu mencabut sanksi ekonomi terhadap Iran, dengan imbalan pembatasan dan pemantauan program nuklirnya.
Namun ternyata pada tahun 2021 saja, Iran diduga kuat malah terus melakukan pengayaan uranium, bahan baku nuklir hingga kadar 20 persen.
Bahkan tahun 2024, hasil investigasi mengungkapkan, Iran sudah memiliki uranium dengan kadar 60 persen, semakin mendekati bahan bom nuklir.
Padahal sesuai ketentuan, Iran hanya diijinkan melakukan pengayaan uranium maksimal sampai pada kadar 3,67 persen. Kadar seperti itu digunakan sebagai bahan baku pembangkit listrik tenaga nuklir.
Jika Iran tidak patuh
Ketentuan yang disebut “snapback” memungkinkan salah satu pihak Barat, untuk menerapkan kembali sanksi PBB jika Iran tidak mematuhi persyaratannya.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, mengatakan kepada wartawan di Brussels, ketiga negara Eropa akan dibenarkan dalam menerapkan kembali sanksi.
“Tanpa komitmen yang tegas, nyata, dan terverifikasi dari Iran, kami akan melakukannya paling lambat akhir Agustus,” kata Barrot, seperti dilaporkan Reuters.
Para diplomat tidak memberikan detail kesepakatan yang diupayakan.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan Teheran akan menerima dimulainya kembali perundingan nuklir dengan AS, jika ada jaminan tidak akan ada serangan lagi.
Tolak kesepakatan
Israel dan AS melakukan serangan pengeboman terhadap fasilitas nuklir utama Iran, 13 Juni 2025, setelah negara itu menolak kesepakatan penghentian pengayaan uranium sebagai bahan baku senjata nuklir.
Menlu Iran mengatakan harus ada jaminan kuat tindakan seperti itu tidak akan terulang kembali.
Ia menekankan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, telah mempersulit pencapaian solusi.
Iran juga telah menangguhkan kerja sama dengan badan pengawas nuklir dunia (IAEA).
Meski begitu, dalam sebuah wawancara CBS pada 2 Juli, Araghchi mengatakan “pintu diplomasi tidak akan pernah tertutup rapat.”
Presiden AS dan utusan Timur Tengahnya, Steve Witkoff, mengatakan pekan lalu perundingan akan segera dilakukan, tetapi belum ada yang dijadwalkan.
Misi Iran di PBB tidak memberikan komentar pada hari Selasa mengenai ancaman sanksi baru, jika tidak ada kesepakatan.
Israel sudah memberi ancaman akan kembali melakukan serangan ke Iran, jika negara itu masih tetap berusaha membangun kembali situs untuk melakukan pengayaan bahan baku bom nuklir.(P-Jeffry W)