PRIORITAS, 13/7/25 (Jakarta): Nama anak yang hanya satu huruf berpotensi menimbulkan masalah administrasi. Dukcapil Kemendagri mengingatkan penamaan harus mengikuti aturan resmi.
Perhatian publik tertuju pada kasus remaja bernama “C” yang viral di media sosial. Kejadian ini mendorong pemerintah menegaskan ulang batasan sah dalam penamaan anak.
“Mudah dibaca, tidak bermakna negatif, tidak multitafsir, tidak boleh disingkat, tidak boleh menggunakan angka dan tanda baca. Paling banyak 60 huruf, jumlah kata paling sedikit dua kata, itu ada aturannya,” ungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Teguh Setyabudi, seperti dikutip Minggu (13/7/25).
Pernyataan itu mengacu pada Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 yang menjadi landasan penamaan dalam akta lahir. Regulasi tersebut juga mencakup larangan penggunaan simbol dan angka dalam nama.
Seiring meningkatnya laporan soal nama tidak lazim, Teguh menilai sosialisasi perlu diperkuat. Nama yang tidak sesuai ketentuan rentan menimbulkan kendala teknis dalam pelayanan publik.
Berlaku pascatahun 2022
Teguh memastikan aturan ini berlaku hanya untuk pencatatan baru pasca tahun 2022. Dukcapil tidak mewajibkan perubahan nama yang sudah lebih dulu tercatat.
Namun pihaknya tetap mendorong orang tua mematuhi regulasi ke depan. Imbauan ini bertujuan menjaga konsistensi data kependudukan yang berbasis digital.
Jika ada warga yang tetap ingin mengganti nama, negara menyediakan jalur hukum. Proses perubahan hanya bisa dilakukan melalui putusan pengadilan.
“Kalau satu huruf bisa diubah lewat pengadilan. Setelah itu, Dukcapil akan sesuaikan datanya,” ujar Teguh saat menanggapi pertanyaan pendengar soal proses koreksi nama, seperti dikutip Beritaprioritas dari RRI.co.id.
Selain hambatan administratif, nama unik secara ekstrem bisa menimbulkan tekanan sosial. Anak berpotensi mengalami perundungan atau kekeliruan dalam pencocokan identitas.
Teguh juga mengingatkan soal penggunaan gelar. Gelar adat, keagamaan, dan akademik boleh ditulis di KK dan KTP, namun tidak boleh masuk ke akta sipil.
Ketentuan itu dirancang agar sistem layanan tetap stabil dan seragam. Pemerintah ingin memastikan setiap nama mudah dibaca, dicatat, dan divalidasi di sistem digital nasional. (P-Khalied Malvino)