Ford Fiesta, salah satu mobil ford terlaku di pasar Tanah Air. (Heycar UK)
PRIORITAS, 11/7/25 (Jakarta): Pada akhir Januari 2016 Ford Motor Company memutuskan menghentikan seluruh operasional di Indonesia setelah penjualan terpuruk pada 2015, hanya mencapai sekitar 6.100 unit atau sekitar 0,6 persen pangsa pasar nasional. Tanpa kehadiran pabrik lokal, semua produknya diimpor, membuat harga jadi tinggi serta margin kalah dari kompetitor Jepang & Korea.
Diluncurkan sejak awal 2000‑an, Ford sempat punya penggemar khusus melalui model seperti Ranger, Everest, Fiesta serta Ecosport. Namun pasokan sering terganggu, misalnya saat banjir di Thailand atau kebijakan impor di Indonesia menjadikan stok terbatas serta harga menjadi kurang kompetitif.
Layanan purnajual juga menjadi sorotan: unit sering rewel, suku cadang sukar didapat, lama serta mahal . Pandangan ini diperkuat keluhan konsumen di forum online
“Pengadaan suku cadangnya lemah… harus menunggu lama,” ucap konsumen di forum online.
“Ford itu kebanyakan mesinnya unggul di kecepatan menengah‑tinggi… kondisi jalan macet jadi gak cocok,” tambahnya.
Ekonomi global lesu saat itu juga memperlemah permintaan domestik. Ekonom Standard Chartered menyebut kombinasi perlambatan global dengan menurunnya daya beli masyarakat ikut menguntungkan pasar yang lebih murah serta lokal produksi.
Didominasi mobil Jepang
Selain itu pasar Indonesia didominasi mobil Jepang serta MPV 7‑penumpang. Pada 2019, merek Jepang meraih 96 persen pangsa pasar, sedangkan segmen MPV, SUV serta crossover tiga baris mencapai 68 persen dari total penjualan . Ford tidak punya produk unggulan dalam segmen‑segmen tersebut.
Pengetatan bea impor serta pelemahan Rupiah turut bikin harga jadi lebih mahal dibanding mobil lokal rakitan Jawa. Kombinasi ini membuat model‑model Ford jadi kurang menarik konsumen .
Akibatnya Ford mundur sebelum pesaing lain, seperti General Motors, yang juga tutup pada 2015. Meski begitu Ford menjamin layanan servis serta garansi tetap diberikan untuk periode transisi, sebelum dealer dan impor dihentikan sepenuhnya pada akhir 2016.
Kini Ford tampil kembali dengan model impor dari Thailand, fokus pada segmen fleet tambang/suv tangguh seperti Ranger serta Everest, namun pasar retai masih terbatas karena stigma harga tinggi serta after‑sales masih terbatas.
Kesimpulan
- Kesulitan bersaing harga akibat impor tanpa basis produksi lokal
- Jaringan layanan purnajual tidak sekuat merek Jepang
- Preferensi pasar Indonesia cenderung ke MPV serta SUV empat‑penumpang
- Kondisi ekonomi global serta kebijakan lokal makin membebani biaya impor
Keputusan mundur Ford menunjukkan perlunya rantai produksi lokal, produk tepat sesuai selera & layanan purna jual kuat untuk bertahan di pasar Indonesia. (P-*r/Zamir Ambia)