PRIORITAS, 5/7/25 (Seville): Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong negara-negara menaikkan pajak atas minuman manis, alkohol, dan tembakau hingga 50 persen dalam satu dekade ke depan.
Langkah ini ditujukan untuk menekan konsumsi produk yang berisiko memicu penyakit kronis seperti diabetes dan kanker.
Dorongan itu disampaikan dalam Konferensi Keuangan PBB untuk Pembangunan di Seville, Spanyol. WHO memperkenalkan inisiatif bertajuk “3 kali 35”, yang menargetkan pengumpulan dana pajak global senilai US$1 triliun pada tahun 2035.
“Pajak kesehatan adalah salah satu alat paling efisien yang kami miliki. Sudah waktunya untuk bertindak,” ujar Jeremy Farrar, Asisten Direktur Jenderal WHO, dikutip Sabtu (5/7/25)..
Inisiatif ini tak hanya ditujukan untuk kesehatan, tapi juga sebagai cara membantu negara-negara menambah pemasukan di tengah berkurangnya bantuan pembangunan dan meningkatnya utang publik.
WHO mencontohkan penerapan kebijakan serupa di Kolombia dan Afrika Selatan. Kedua negara mulai memanfaatkan pajak produk berisiko untuk menstabilkan anggaran sekaligus menurunkan beban kesehatan.
Seperti diwartakan CNBC Indonesia dari Reuters, ekonom WHO Guillermo Sandoval menjelaskan, pajak dirancang untuk menaikkan harga produk secara bertahap. Ia memberi simulasi, dari harga US$4 saat ini bisa naik menjadi US$10 pada 2035, menyesuaikan inflasi.
Data WHO menunjukkan, hampir 140 negara telah menaikkan pajak tembakau sejak 2012. Dampaknya, harga produk rokok global naik lebih dari 50 persen dalam kurun sepuluh tahun terakhir.
WHO dorong pajak kesehatan
Namun, tak semua pihak sepakat dengan pendekatan ini. Perwakilan industri minuman menilai kebijakan tersebut tidak berdampak signifikan pada perbaikan kesehatan masyarakat.
“Sangat memprihatinkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terus mengabaikan lebih dari satu dekade bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa mengenakan pajak minuman manis tidak pernah meningkatkan hasil kesehatan atau mengurangi obesitas di negara mana pun,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Minuman Internasional, Kate Loatman.
Kelompok industri alkohol juga melontarkan kritik atas pendekatan WHO dalam mengurangi dampak konsumsi alkohol lewat perpajakan.
“Saran Organisasi Kesehatan Dunia bahwa menaikkan pajak akan mencegah bahaya terkait alkohol adalah salah arah,” beber Wakil Presiden Senior Sains dan Penelitian di Distilled Spirits Council, Amanda Berger.
Pihak WHO kini juga sedang mengkaji kemungkinan perluasan pajak terhadap makanan olahan ultra. Definisi produk tersebut masih dalam tahap penyusunan dan akan diumumkan beberapa bulan mendatang.
Sementara itu, perwakilan industri makanan dan minuman menyampaikan tanggapan lebih moderat. Mereka mendukung upaya memperkuat sistem kesehatan, tetapi memperingatkan risiko generalisasi terhadap berbagai jenis produk.
“Kami menyambut baik dorongan WHO untuk memperkuat sistem kesehatan tetapi memperingatkan agar tidak mengelompokkan minuman manis di samping barang-barang berbahaya yang secara inheren seperti tembakau,” ujar Sekretaris Jenderal Aliansi Makanan dan Minuman Internasional, Rocco Renaldi.
Program pajak kesehatan ini mendapat dukungan dari Bloomberg Philanthropies, Bank Dunia, dan OECD. Ketiganya sepakat untuk membantu negara-negara yang siap menerapkan kebijakan tersebut secara bertahap dan berbasis data. (P-Khalied Malvino)