PRIORITAS, 5/7/25 (Jakarta): Salah satu aktivitas yang belakangan mencuri perhatian publik kini ikut terdampak kebijakan perpajakan. Di Jakarta, pemerintah provinsi resmi menarik pajak hiburan atas olahraga padel, sebuah permainan raket yang sedang viral di kalangan urban.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyampaikan, kebijakan ini mengacu pada regulasi yang berlaku secara nasional. Permainan yang menggunakan ruang sewa, seperti padel dan tenis, kini termasuk dalam objek pajak barang dan jasa tertentu.
“Jadi intinya sebenarnya gini, pertama saya secara jujur mengatakan bahwa itu memang diatur di pajak hiburan. Orang main tennis, main squash, main apa saja, termasuk biliar, termasuk apapun, itu memang kena,” ujar Pramono di Balai Kota Jakarta, Jumat (4/7/25).
Penarikan pajak atas aktivitas hiburan bukan hal baru. Namun, munculnya olahraga-olahraga baru dalam daftar pajak menandakan dinamika tren urban turut diperhitungkan. Pemerintah menilai, fasilitas berbayar dengan jam sewa tertentu tetap berada dalam kategori hiburan.
Landasan hukum jelas
Pramono menjelaskan, aturan tersebut berlaku di seluruh daerah, bukan hanya Jakarta. Ia menyebut landasan hukum sudah jelas mengatur perlakuan seragam terhadap semua jenis hiburan berbayar.
“Jadi pajak hiburannya ada di mana saja pasti ada, bukan hanya di Jakarta, di seluruh daerah pasti ada. Karena undang-undang mengatur itu,” jelasnya, seperti dilansir Beritaprioritas dari Mediaindonesia.com, Sabtu (5/7/25).
Pajak ini menyasar kelompok yang dinilai tidak terdampak langsung secara ekonomi. Aktivitas padel, misalnya, banyak digemari oleh mereka yang mampu membayar sewa lapangan dan memiliki waktu luang di luar jam kerja.
“Apalagi yang main padel kan rata-rata orang yang mampu, rata-rata kan mampu. Untuk sewa lapangan aja berapa, mampu, kan gitu,” lanjut Pramono.
Dampak belum signifikan
Sementara itu, dari sisi komunitas, antusiasme terhadap olahraga ini belum menunjukkan penurunan. Jehan, Ketua Komunitas PadelPop Jakarta, mengatakan, pihaknya belum mengalami dampak signifikan. Namun, komunitas tetap menyiapkan skema jika terjadi penyesuaian tarif.
“Biasanya kita patungan Rp170 ribu per orang. Kalau lapangan naik karena pajak, ya kami ikut naikkan, misalnya jadi Rp180 ribu. Tapi sejauh ini belum ada kenaikan dari pihak pemilik lapangan,” ujar Jehan kepada wartawan.
Popularitas padel, menurutnya, bukan sekadar tren sesaat. Jehan menyebut banyak peminat baru muncul dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan, beberapa lapangan harus dipesan jauh hari untuk bisa dimainkan.
Komunitas ini kini beranggotakan lebih dari 1.100 orang. Rata-rata anggotanya berasal dari kalangan pekerja fleksibel atau pengusaha, yang menjadikan olahraga ini sebagai bagian dari gaya hidup.
“Pemain padel kebanyakan yang punya passive income. Jadi mereka gak mikirin biaya ini hiburan buat mereka,” kata Jehan.
Dengan jumlah pemesanan lapangan yang meningkat setiap bulan, tampaknya kebijakan ini tidak akan langsung mengubah pola bermain. Jehan menyebut, lapangan favorit di Kemang kerap penuh dari pagi hingga malam hari.
“Booking-nya udah kayak ‘ngewar’. Kita main Juni, booking dari Mei. Di Kemang itu dari jam 6 pagi sampai jam 12 malam full terus. Enggak pernah kosong,” tandasnya. (P-Khalied Malvino)